Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Terima Permohonan Diversi 5 dari 10 Anak yang Ditangkap Saat Kerusuhan 22 Mei

Kompas.com - 05/08/2019, 18:15 WIB
Cynthia Lova,
Jessi Carina

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com- Hakim Jakarta Pusat mengabulkan permohonan diversi lima dari sepuluh anak yang ditangkap saat kerusuhan 22 Mei. Adapun, diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Hal itu diungkapkan Gita Aulia, LBH Paham (Pusat Advokasi dan Ham) selaku kuasa hukum lima dari sepuluh anak yang ditangkap setelah usai sidang.

"Alhamdulillah hari ini berkat perjuangan semua teman-teman bahwa adik-adik layak untuk mendapatkan hak dia untuk tidak dititip lagi, tidak dirampas lagi kemerdekannya, dan hari ini tercapailah diversi," kata Gita di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (5/8/2019).

Ia mengatakan, dengan adanya permohonan diversi ini, lima orang anak tersebut diwajibkan laporan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dan ke Bapas (Badan Pemasyarakatan) Jakarta Pusat tiap seminggu sekali.

Meski permohonan diversinya diterima, kata Gita, lima orang anak ini belum bisa dibebaskan hari ini lantaran belum adanya penetapan tertulis dari hakim dan jaksa soal penerimaan diversi.

Baca juga: PN Jakarta Pusat Gelar Sidang Diversi 10 Anak yang Ditangkap Saat Kerusuhan 22 Mei

Sebab penetapan tertulis diversi itu baru akan dikeluarkan pada Senin (12/8/2019) pukul 13.00 WIB.

"Karena belum ada penetapan dari hakim dan jaksa sehinga belum bisa secara formalitas ngambil adik-adik yang telah dititipkan. Jadi kita nanti nunggu penetapan hakim, tanda tangan dulu, baru nanti jaksa ngurus administrasi ke Dinsos (Dinas Sosial), baru adik-adik bisa dikembalikan ke orangtua," ujar Gita.

Ia mengatakan, ada sejumlah pertimbangan hakim mengabulkan permintaan diversi lima anak tersebut.

Pertama, lima anak tersebut masih di bawah umur 18 tahun dan harusnya diselesaikan hukumnya di luar peradilan pidana.

Hal itu sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).

"Kemudian kedua ancaman hukuman bagi adik-adik ini di bawah tujuh tahun jadi mereka diwajibkan untuk diversi," ucap Gita.

Kemudian ketiga, Indonesia sedang membangun sistem pidana yang restorative justice.

Konsep pendekatan restorative justice merupakan suatu pendekatan yang lebih menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri.

Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Punya Bukti Lima Anak yang Ditangkap Tidak Bersalah dalam Rusuh 22 Mei

"Jadi sebisa mungkin sebuah kasus itu tidak dilakukan ligitasi pengadilan, lebih baik di luar pengadilan saja apalagi khusus dengan anak itu harus diupayakan diversi, nah itu pertimbangannya," katanya.

Gita mengatakan, pihaknya pun telah melaporkan oknum polisi yang menangkap dan menyiksa lima anak itu ke Profesi dan Pengamanan Polri (Propam) pada Jumat lalu.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com