JAKARTA, KOMPAS.com - Para pengusaha rumah makan di Jalan Gunung Sahari, Pademangan, Jakarta Utara, mengaku khawatir dengan rencana penerapan perluasan aturan ganjil-genap di DKI.
Mereka khawatir, pelanggan semakin sedikit yang mampir ke rumah makan karena terhambat aturan ganjil genap.
Sufa (44), Manajer Rumah Makan Sederhana Mangga Dua menduga, penerapan ganjil-genap akan berpengaruh ke omzet rumah makan yang dikelolanya.
"Kalau dari pagi jam 10.00 WIB kita nggak khawatir, karena itu masih (jadwal) preparation. Tapi jam 16.00-21.00 WIB itu kan biasanya tamu tuh mampir, sekarang udah mikirin ganjil genap makannya," kata Sufa saat ditemui, Selasa (13/8/2019).
Baca juga: Jika Taksi Online Bebas Ganjil Genap, Bakal Ada Pendaftaran Massal ke Taksi Daring
Ia mengatakan, pelanggan yang biasanya makan di restorannya mayoritas adalah wisatawan yang menggunakan mobil pribadi.
"Karena kan di Mangga Dua ini banyakan travel, dari Bandung, dari mana. Pelat kuning dan pelat hitam. Udah ada yang nanya-nanya gitu, udah tau, kena ganjil genap nggak," ucapnya.
Bahkan, kata Sufa, pada hari pertama penerapan sosialisasi, ia langsung merasakan penurunan penjulan di restorannya.
Baca juga: Siasat Pengendara Hadapi Ganjil Genap, Kucing-kucingan hingga Bawa 2 Pelat Nomor
Biasanya saat jam makan malam, restorannya bisa melayani 10 meja makan per harinya.
Namun kemarin, dari pukul 16.00 WIB hingga tutup, hanya satu meja yang terisi di restorannya.
Hal tersebut membuatnya harus memutar otak untuk menambah pemasukan restoran. Salah satunya dengan melancarkan promosi penjualan nasi kotak.
"Kita nyari pangsa pasar ke kantor yang orang nggak bisa keluar. Misalnya kerja samanya kita tawarin nasi boks. Jadi kita jemput bola," ujarnya.
Baca juga: 7 Fakta Perluasan Sistem Ganjil Genap di Jakarta
Kekhawatiran serupa juga disampaikan Darwan (67), pemilik Rumah Makan Surya. Meski belum merasakan penurunan pada hari kedua ini, ia memastikan penurunan omset akan terjadi.
Menurut dia, target pasar dari para pengusaha rumah makan di Jalan Gunung Sahari bukanlah warga sekitar.
"Kawasan ini memang kawasan orang berniaga, warga sih ada juga satu dua tapi kebanyakan orang kantoran," ucap Darwan.
Ia mengaku, pasrah mengikuti kebijakan pemerintah.