Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Caleg PSI William Aditya, Masuk DPRD DKI dengan Label Triple Minority

Kompas.com - 21/08/2019, 11:52 WIB
Ryana Aryadita Umasugi,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menjadi anggota termuda DPRD DKI menjadi tantangan tersendiri bagi William Aditya Sarana.

Saat melakukan kampanye, William yang berasal dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini kerap kali diremehkan karena usianya yang baru menginjak 23 tahun.

Ia dianggap tak akan bisa berbuat banyak karena pengalaman yang juga dianggap belum cukup.

"Tantangannya yang pertama saya paling muda jadi diremehin. Anak muda bisa apa? Anak kemarin sore. Itu yang saya pernah bilang kalau anak muda itu kurang pengalaman akan tetapi kita tuh bisa tambal dengan ilmu keberanian dan idealisme," ucap William saat berbincang dengan Kompas.com di Kantor DPW PSI, Kemayoran, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Selain karena muda, William juga sering dipandang sebelah mata karena label triple minority.

Label ini bukan baru diterimanya saat menjadi caleg. Bahkan saat masih di bangku perkuliahan, dia dikenal sebagai double minority.

"Di kampus saya double minority. Politik kampus saya kristen saya chinese. Pada saat masuk praktis saya triple minority saya chinese, muda, dan kristen," kata dia.

Dengan label triple minority, dia sempat mendapat perlakuan tak menyenangkan saat melakukan kampanye ke salah satu basis.

Saat berkampanye William tak ditanggapi bahkan warga di basis tersebut enggan bersalaman dengannya.

Baca juga: Wiliam Aditya, Anggota Termuda DPRD DKI yang Berusia 23 Tahun dan Baru Mau Diwisuda

"Tapi pada saat blusukan saya menghindari basis-basis 02. Karena saya pernah ke basis mereka enggak kondusif. Dia diam bahkan seinget saya salaman saja enggak mau. Jadi saya pake strategi kita ke basis-basis 01 atau pemilih Ahok," jelasnya.

Menurutnya, lika liku terbesar saat turun berkampanye adalah ketika Ketua Umum PSI Grace Natalie menolak perda-perda berbasis agama seperti peraturan daerah syariah dan injil.

Warga menilai bahwa PSI antiagama. Padahal menurutnya PSI hanya tak ingin melakukan tindakan diskriminatif berdasarkan agama.

"Jadi kita jelaskan lagi PSI itu bukan antiagama tapi PSI tidak ingin perda-perda itu didasarkan pada agama-agama mayoritas di daerah tersebut sehingga tidak terjadi diskriminasi," ujar anak kedua dari 3 bersaudara ini.

Sempat tak didukung keluarga

Jalan untuk menjadi caleg bagi William tak selalu mulus. Ia bahkan sempat mendapat penolakan dari keluarga dengan keputusannya tersebut.

Penolakan dari keluarga didapatnya lantaran politik yang dianggap "kotor".

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com