JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen (Purn) Kivlan Zen didakwa menguasai senjata api dan peluru ilegal.
Menurut jaksa penuntut umum, Kivlan menguasai empat pucuk senjata api dan 117 peluru tajam.
Sidang pembacaan dakwaan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (10/9/2019).
“Perbuatan terdakwa bersama saksi-saksi telah menguasai senjata api tanpa dilengkapi dengan surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang,” ujar jaksa penuntut umum, Fahtoni saat membacakan surat dakwaan.
Baca juga: Hadapi Sidang Perdana Kasus Kepemilikan Senpi, Kivlan Zen Datang Pakai Kursi Roda
Kivlan didakwa dengan dua dakwaan.
Dakwaan pertama, Kivlan dinilai sehingga melanggar Pasal 1 Ayat 1 Undang-undang Nomor 12/drt/1951 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara dakwaan kedua, Kivlan didakwa melanggar Pasal 1 Ayat 1 Undang-undang Nomor 12/drt/1951 juncto Pasal 56 Ayat 1 KUHP.
Kasus dugaan kepemilikan senjata api yang menjerat Kivlan ini berkaitan dengan enam tersangka yang menunggangi aksi unjuk rasa menolak hasil Pilpres 2019 di Jakarta pada 21-22 Mei 2019.
Baca juga: Kivlan Zen Hadiri Sidang Perdana dalam Kondisi Sakit
Enam tersangka itu, yakni Helmi Kurniawan, Tajudin, Azwarmi, Irfansyah, Habil Marati, dan Asmaizulfi.
Adapun persidangan hari ini merupakan kali pertamanya Kivlan menjalani sidang perdana terkait kasus kepemilikan senjata api di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Baca juga: Kivlan Zen Menangis Saat Berbicara dengan Istrinya Sebelum Hadapi Sidang Dakwaan
Adapun isi Pasal 1 Ayat 1 Undang-undang Nomor 12/drt/1951, yakni Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa,mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.
Kemudian Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP berisi orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan itu dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.