Selain sepeda starling, ada beberapa gerobak makanan, namun tak banyak.
Rupanya sepeda-sepeda starling ini terparkir sesuai dengan agennya masing-masing.
Di depan rumah Ida (47) misalnya. Ada 10 sepeda berjejeran menunggu rencengan kopi digantung.
Tangan Ida lincah menghitung jumlah kopi untuk disalurkan melalui abang starling.
Mereka biasanya membawa 50 renceng kopi maupun minuman dari berbagai merek.
Tugas Ida menyetok kopi saset terlebih dahulu, kemudian baru dibayarkan pada pedagang starling.
"Ini ada 10 sepeda. Ngambil kopi ke saya. Mereka punya sepeda masing-masing sama termos, nyetok kopi dari saya," ucap Ida saat berbincang dengan Kompas.com.
Baca juga: Ojek Online hingga Pedagang Kopi Keliling Nyaleg, Pengamat Sebut Politik Tak Lagi Eksklusif
Ibu empat orang anak ini mengaku sudah 24 tahun menjadi semi-agen untuk para pedagang minuman ringan.
Dulunya, sebelum pedagang kopi berkeliling memakai sepeda, Ida pernah menjadi agen minuman ringan dalam boks.
Minuman tersebut dijual dengan menggunakan gerobak dorong. Namun, pada tahun 1999, gerobak dorong untuk minuman sudah jarang digunakan.
"Dulu mereka pakai gerobak dorong, nyetoknya teh di boks, gitu. Terus tahun 1999 mereka ada yang mulai mikul kopi lama-lama satu, dua orang mulai pakai sepeda," kata dia.
Ogah merugi, Ida pun mengikuti tren dengan menyediakan kopi saset.
Tahun-tahun tersebut, pedagang starling masih bisa dihitung dengan jari, kini ada sekitar 500-an pedagang starling di kawasan itu.
"Baru tuh ramai. (Tahun) 2006 kampung ini ramai. Alhamdulliah sama-sama cari rezeki," tuturnya.