JAKARTA, KOMPAS.com - "Kring... kring... kring..." demikian bunyi bel sepeda terdengar sayup-sayup beradu dengan suara kendaraan bermotor.
Beberapa pria keluar dari sebuah gang dengan gapura merah yang bertuliskan "selamat datang di kawasan pedagang kopi keliling".
Kaki mereka lincah mengayuh pedal sepeda menuju arah Senen, Jakarta Pusat. Dua keranjang sepeda di bagian depan dan belakang penuh dengan aneka jenis kopi dan minuman lainnya.
Tulisan di gapura itu semakin membuat penasaran, apakah gang tersebut benar hanya ditempati para pedagang kopi keliling?
Gang ini memang tak sulit ditemukan, keberadaannya tak jauh dari kawasan Tugu Tani dan diapit oleh Markas Marinir serta Hotel Aryaduta, tepatnya di Jalan Prapatan Satu, Senen, Jakarta Pusat.
Hanya perlu berjalan sekitar 50 meter melewati gapura, sudah terlihat sepeda para pedagang kopi keliling yang diletakkan secara berjejeran.
Renceng kopi dan berbagai minuman masih tergantung rapi di masing-masing sepeda.
Jika dihitung, jumlahnya mungkin mencapai ratusan sepeda.
Di ibu kota, pedagang kopi keliling lebih lazim disebut sebagai starling atau "starbucks" keliling.
Ini adalah julukan keren yang disematkan dari para penikmat kopi abang-abang sepeda.
Ketika didatangi Kompas.com sekitar pukul 10.00 WIB, gang tersebut tampak masih sepi, hanya satu atau dua orang mulai beraktifitas.
Baca juga: Ini Rahasia Pedagang Kopi Keliling Tetap Santuy Saat Demo Mahasiswa Rusuh
"Masih pada tidur jam segini. Kalau yang keluar tadi itu yang jualan pagi," ucap seorang wanita paruh baya ketika wartawan Kompas.com bertanya mengenai para pemilik sepeda.
Gang ini hanya berukuran satu badan mobil. Sisi kanan berdiri permukiman warga, dominannya dua hingga empat lantai.
Di sisi kiri mayoritas hanya berdiri gudang, parkiran sepeda, maupun tempat bersantai warga. Maklum, di sebelah kiri terdapat aliran kali yang tidak tepat jika dijadikan permukiman.
Botol-botol maupun termos air milik pedagang starling nampak "antre" di depan salah satu rumah untuk diisikan air.
Selain sepeda starling, ada beberapa gerobak makanan, namun tak banyak.
Rupanya sepeda-sepeda starling ini terparkir sesuai dengan agennya masing-masing.
Di depan rumah Ida (47) misalnya. Ada 10 sepeda berjejeran menunggu rencengan kopi digantung.
Tangan Ida lincah menghitung jumlah kopi untuk disalurkan melalui abang starling.
Mereka biasanya membawa 50 renceng kopi maupun minuman dari berbagai merek.
Tugas Ida menyetok kopi saset terlebih dahulu, kemudian baru dibayarkan pada pedagang starling.
"Ini ada 10 sepeda. Ngambil kopi ke saya. Mereka punya sepeda masing-masing sama termos, nyetok kopi dari saya," ucap Ida saat berbincang dengan Kompas.com.
Baca juga: Ojek Online hingga Pedagang Kopi Keliling Nyaleg, Pengamat Sebut Politik Tak Lagi Eksklusif
Ibu empat orang anak ini mengaku sudah 24 tahun menjadi semi-agen untuk para pedagang minuman ringan.
Dulunya, sebelum pedagang kopi berkeliling memakai sepeda, Ida pernah menjadi agen minuman ringan dalam boks.
Minuman tersebut dijual dengan menggunakan gerobak dorong. Namun, pada tahun 1999, gerobak dorong untuk minuman sudah jarang digunakan.
"Dulu mereka pakai gerobak dorong, nyetoknya teh di boks, gitu. Terus tahun 1999 mereka ada yang mulai mikul kopi lama-lama satu, dua orang mulai pakai sepeda," kata dia.
Ogah merugi, Ida pun mengikuti tren dengan menyediakan kopi saset.
Tahun-tahun tersebut, pedagang starling masih bisa dihitung dengan jari, kini ada sekitar 500-an pedagang starling di kawasan itu.
"Baru tuh ramai. (Tahun) 2006 kampung ini ramai. Alhamdulliah sama-sama cari rezeki," tuturnya.
Sepanjang gang hanya terdengar satu logat yang digunakan masyarakat di situ, yakni logat Madura. Bahkan, tak jarang mereka mengobrol dengan menggunakan bahasa daerahnya.
Sulaiman Alfarizi yang sudah menjadi pedagang sejak empat tahun lalu, datang dari Madura karena diajak rekannya.
"Jadi kenal teman sudah di sini duluan jadi ikutan, bawa modal Rp 1,5 juta," ujar Sulaiman.
Ia mengungkapkan, mayoritas pedagang maupun agen adalah suku Madura. Sehingga mereka pun gampang berbaur.
Untuk tempat tinggal, Sulaiman dan sejumlah temannya menetap di rumah agen mereka.
Baca juga: Saat Pedagang Kopi Keliling Bangga dengan Kehebatan Putrinya
Mereka hanya harus mengambil dagangan kopi dari agen tersebut.
"Tinggalnya enggak bayar. Yang penting jualan ambil kopinya ke dia (agen)," tambahnya.
Meski merantau jauh dari Madura, Sulaiman merasa pekerjaan sebagai pedagang starling cukup menjanjikan.
Penghasilan rata-ratanya dalam satu hari Rp 250.000. Lelaki 34 tahun ini bisa menafkahi istri dan anaknya di kampung.
"Alhamdullillah penghasilan mah ada aja. Seringnya Rp 250.000 bisa buat ngirim ke kampung," kata dia.
Baca juga: Cerita Monica, Putri Pedagang Kopi Keliling Saat Kembali dari Kanada
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.