JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang guru honorer bernama Sugianti (43) dinyatakan lulus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak Februari 2014 lalu.
Namun, saat pemberkasan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta kepada Badan Kepegawaian Daerah (BKD), tiba-tiba nama Sugianti menghilang.
Dia mempertanyakan hal itu kepada Disdik DKI Jakarta. Pihak Disdik kemudian memberi tahu bahwa Sugianti kerap berpindah-pindah tugas sebagai guru honorer.
Hal itu membuat berkasnya tidak bisa diteruskan ke BKD.
Keterangan Disdik, Sugianti baru masuk sebagai guru honorer di SMPN 84 Koja, Jakarta Utara pada 2011. Hal itu dibantah Sugianti yang mengaku sudah mengajar di SMPN itu sejak 2005.
Gugat Ke PTUN
Sugianti merasa ada mal administrasi terkait sepak terjangnya sebagai guru honorer. Dia pun menggugat Disdik DKI Jakarta ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN).
Gugatan itu dimenangkan Sugianti sampai akhirnya PTUN menyatakan proses pengangkatan Sugianti sebagai PNS harus dilanjutkan.
"Kemudian, dia lalu melakukan upaya hukum dengan melayangkan gugatan ke PTUN dengan tergugat Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Mulai dari gugatan pertama, banding, hingga kasasi semuanya dimenangkan oleh Sugianti," kata Pitra Romadoni Nasution, Kuasa Hukum Sugianti di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (28/10/2019).
Kemudian, Pemprov DKI memberikan surat usulan penetapan NIP Sugianti secara berjenjang dari Disidik provinsi, BKD, hingga BKN Regional V.
Penetapan NIP Gagal
Usulan penetapan NIP itu dimentahkan BKN Regional V dengan alasan berdasarkan PP Nomor 56 Tahun 2012 menyatakan bahwa pelaksanaan seleksi formasi CPNS dari tenaga honorer kategori II telah berakhir pada 30 November 2014.
Sedangkan putusan kasasi Mahkamah Agung yang dimenangkan Sugianti itu pada tahun 2018.
"Telah terjadi perubahan keadaan hukum dimana formasi CPNS dari Tenaga Honorer Kategori II hanya sampai dengan tahun 2014 sesuai dengan PP Nomor 56 Tahun 2018. Sementara putusan berkekuatan hukum baru telah terbit di tahun 2018," kata Kepala BKD DKI Jakarta Chaidir saat dihubungi Kompas.com, Jumat (25/10/2019).
Menurut Chaidir, kondisi tersebut membuat adanya kekosongan hukum untuk mengangkat Sugianti menjadi PNS.
Gugat perdata
Tak kunjung diangkat sebagai PNS membuat Sugianti akhirnya menggugat perdata sejumlah pihak ke PN Jakarta Timur.
Melalui kuasa hukumnya, Sugianti menggugat Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) regional V, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Gubernur DKI Jakarta, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB).
Para tergugat dianggap mengabaikan putusan PTUN yang menyatakan pengangkatan Sugianti sebagai PNS harus berlanjut.
Dalam gugatan perdata bernomor 1916/SK/PENGA/Inadt/2019/PN.Jaktim.Tim tertanggal 28 Oktober 2019, Sugianti meminta majelis hakim memerintahkan para tergugat untuk membayar kerugian Sugianti baik materil dan immateril dengan nilai sekitar Rp 5 miliar.
Kerugian itu berdasarkan hitungan gaji PNS yang tidak diterima Sugianti sejak dirinya lulus CPNS pada 2014 hingga saat ini.
"Dia kan lulus 2014 kita kalikan gaji dia perbulan bersama dengan tunjangan-tunjangan lainnya seperti THR, dan lain-lain itu sebesar Rp 9 juta per bulan. Kita kalikan sampai dengan sekarang ini sudah mencapai 60 bulan. 60 bulan itu kali sembilan juta sudah hampir mencapai Rp 600 sekian juta. Nah, ditambah dengan kerugian-kerugian dia selama ini yang mencari hutangan," ujar Pitra.
Selain itu, Pitra meminta majelis hakim menyatakan Sugianti berhak diangkat sebagai PNS sesuai putusan PTUN Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.