Safrudin atau lebih akrab disapa Puput mengatakan, angsana mampu menyerap 310 gram polutan atau karbondioksida per jam.
“Sedangkan, tabebuya yang nantinya akan dijadikan pohon angsana hanya memiliki 7,8 peren atau 24,2 gram menyeral karbondioksida perjamnya,” ucap Puput.
Pemprov menyatakan, penebangan itu lantaran pohonnya sudah tua dan rapuh hingga dikhawatirkan tumbang. Menanggapi itu, menurut Puput, tak seharusnya pohon angsana itu ditebang.
Sebab risiko batang tumbang itu bisa diantisipasi dengan pemangkasan dahan secara teratur.
“Jadi bisa pamrih membisniskan kayu Angsana yang dalam perdagangan dikategorikan sebagai narra (mudah dikerjakan dalam pembuatan perkakas) atau rosewood (kayu keras berwarna merah tua),” ucapnya.
Seharusnya, pemprov tetap bisa melindungi pepohonan itu tanpa mengorbankan fungsi pohon tersebut.
“Sebab pohon angsana itu merupakan penyerap karbondioksida terbesar dan bisa melindungi ekologi dan iklim kota Jakarta,” tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.