Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peliknya APBD DKI, Tak Realistis Akan Dicoret

Kompas.com - 06/11/2019, 08:00 WIB
Singgih Wiryono,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyusunan Rancangan Anggaran Penerimaan Belanja Daerah (RAPBD) Pemprov DKI Jakarta kian pelik. Pada masa dua tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, kejanggalan-kejanggalan dalam RAPBD banyak terlihat.

Salah satu yang paling mencuat ke publik adalah soal anggaran pengadaan lem aibon. Dalam Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Pafon Anggaran (KUA-PPAS) tertulis pengadaan lem aibon membutuhkan anggaran hingga Rp 82 triliun.

Baca juga: Ini Daftar Anggaran Fantastis APBD DKI 2020

Isu tersebut mencuat setelah anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia William Aditya Sarana mengunggah kejanggalan itu di sosial media.

Kejanggalan tersebut juga direspons oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua KPK Agus Raharjo mengatakan, sudah semestinya KUA-PPAS yang masuk sistem e-budgeting dan e-planning dapat diakses publik.

DPRD ancam coret anggaran tak realistis

Anggaran yang tak realistis bukan hanya soal lem aibon. Program penataan kampung kumuh juga menjadi sorotan DPRD DKI Jakarta.

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah menilai bahwa anggaran yang dikucurkan untuk penataan kampung kumuh terlalu besar.

Politisi PDI-P ini kemudian meminta revisi dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman DKI Jakarta untuk membuat anggaran yang lebih masuk akal.

"Mereka harus ada revisi (anggaran), kalau tidak ya kami coret," ujar dia saat ditemui di Ruang Rapat Komisi D DPRD DKI Jakarta, Selasa (5/11/2019).

Baca juga: Anggaran Tidak Realistis, Penataan Kampung Kumuh DKI Terancam Dicoret DPRD

Dana yang digelontorkan untuk penataan 76 Rukun Warga (RW) dinilai masih terlalu fantastis. Untuk kajian saja, Pemprov DKI Jakarta mengusulkan anggaran Rp 500 juta sampai Rp 600 juta per RW.

Sedangkan anggaran program penataan kampung kumuh yang diberi istilah community action plan (CAP) sendiri diusulkan dengan biaya Rp 4 miliar hingga Rp 20 miliar per RW.

"Dengan kajian Rp 600 juta kemudian anggaran Rp 10 miliar jadi (total) Rp 10,6 miliar (per RW)," jelas Ida.

Program lain tak jalan karena defisit

Di balik anggaran-anggaran fantastis tersebut, ternyata ada beberapa program yang harus tertunda karena defisit anggaran yang dialami Pemprov DKI Jakarta.

Program yang harus ditunda pengerjaannya adalah program naturalisasi yang digadang akan menyelesaikan permasalahan banjir Jakarta.

Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Juaini mengatakan salah satu proses yang membuat program naturalisasi sungai di Jakarta tersendat karena biaya pembebasan lahan yang harus dihapus untuk tahun ini.

Baca juga: Naturalisasi Kali Ciliwung Terhambat Defisit Anggaran Pemprov DKI

"Ada beberapa lokasi yang belum kami bebaskan, karena defisit anggaran. Rencana tahun ini mau bebaskan empat kelurahan, tapi karena anggarannya di-stop, defisit, jadi kita stop," ujar Juaini saat ditemui di Ruang Rapat Komisi D DPRD DKI Jakarta, Selasa (5/11/2019).

Keempat kelurahan tersebut adalah Pejaten Timur, Tanjung barat, Cililitan, dan Balekambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com