JAKARTA, KOMPAS.com - Bagi kaum milenal, nama Kusni alias Kasdut bin Waluyo mungkin terdengar asing. Namun, nama itu sempat diperbincangkan di seluruh negeri.
Kusni Kasdut dikenal sebagai penjahat ulung pada tahun 1960-1980-an. Ia beberapa kali merampok, membunuh, dan terkenal licin di penjara.
Salah satu kejahatan Kusni Kasdut yang melegenda adalah ketika ia merampok Museum Nasional Jakarta.
Kasus itu tertulis dalam buku Kusni Kasdut karya Parakitri T Simbolon, wartawan senior harian Kompas, yang terbit tahun 1979. Tulisan ini menyarikan kisah dari buku yang ditulis Parakitri tersebut.
Baca juga: Tyo Pakusadewo Akan Sutradarai Film Kusni Kasdut
Saat itu, Kasdut merampok berbagai perhiasan, termasuk enam cincin, berlian, dan subang bermata berlian senilai Rp 2,5 miliar dari Museum Nasional Jakarta.
Aksi perampokan pada 30 Mei 1963 itu bermula di sebuah rumah di kawasan Slipi, Jakarta Barat. Kasdut, Herman, Budi, dan seseorang yang dipanggil Sumali bersiap melakukan aksinya.
Herman menggunakan seragam seorang inspektur polisi. Mereka juga menyiapkan sebuah jip curian yang telah diganti pelat nomornya.
"Baik Bud. Tolong biarkan aku sendirian sebentar," kata Kasdut kepada Budi sebagaimana dikutip dari buku tersebut.
Kusni Kasdut membutuhkan waktu untuk meyakinkan diri sebelum melancarkan aksi besarnya. Di kepalanya seolah banyak suara yang saling berbenturan tentang segala kemungkinan yang terjadi setelah aksi perampokan.
Keyakinannya baru muncul setelah mengintip mobil jip yang telah disiapkan rekan-rekannya. Setelah yakin, ia melangkah keluar kamar dan menemui tiga rekannya itu.
Sebelum berangkat, mereka mengecek lagi senjata masing-masing. Kasdut membawa sebuah senapan berjenis vicker keluaran Jerman, Sumali dengan vickers Jepang, sedangkan Budi dan Herman masing-masing berbekal sebilah belati.
Kasdut menyalakan jip itu, tetapi Herman yang berbaju inspektur tiba-tiba melompat.
"Kukira kita perlu kantong kain," ujar Herman sembari mengambil sebuah kaus kaki.
Mereka pun berangkat menuju Museum Nasional yang ada di Gambir, Jakarta Pusat, lewat Tanah Abang.
Kelompok itu tiba di Museum pagi-pagi sekali. Hal itu membuat pegawai-pegawai museum heran. Alasan apa yang membuat polisi datang ke museum pagi-pagi.
Seragam inspektur yang dikenakan Herman membuat mereka didahulukan masuk museum oleh penjual karcis.
Agar orang-orang yang ada di museum tak curiga, kelompok itu berkeliling seolah menikmati benda-benda yang ada. Saat penjaga mulai lengah, mereka merangsek ke lantai atas di ruang pusaka.
Budi dan Sumali mengalihkan perhatian penjaga pintu ruangan tersebut dengan segudang pertanyaan. Sementara Kasdut dan Herman masuk ke ruangan tersebut.
Akan tetapi, alangkah kagetnya mereka melihat ada dua penjaga lain yang bertugas dalam ruang pusaka itu.
"Tutup Mulut!, Kalau tidak...," kata Kasdut sembari menodongkan senjata kepada dua orang tersebut.
Dua penjaga itu lalu ditangani Herman. Kasdut bergerak cepat. Berbekal sebuah obeng besar, ia membobol lemari pajangan emas berlian. Namun, seolah sadar apa yang sedang terjadi, dua penjaga yang dari tadi bersama Herman berteriak.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.