Truk dam kuning milik DLHK hilir mudik mengangkut sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Jatiwaringin.
Nampak sejumlah pengepul sampah tengah memilah sampah yang dianggap bisa dijual lagi.
Di sana, ada 18 bedeng atau portal beserta rumah semipermanen di pinggir jalan TPS Ilegal.
Warga yang lalu lalang mungkin sudah terbiasa dengan bau sampah itu.
Baca juga: Hujan Deras, 200 Petugas Dikerahkan di Sungai Ciliwung untuk Angkut Sampah
Namun, baunya mungkin tak bersahabat bagi orang yang baru mendatangi kawasan tersebut.
Bau busuk itu bukan hanya masuk ke hidung, tetapi menempel di baju.
Selain bau sampah dan asap hitam hasil pembakaran sampah, air sungai Cisadane di sekitar TPS ilegal tersebut berwarna cokelat kehitaman.
Akibat sampah yang menumpuk, berimbas pada pencemaran air dan udara juga.
Saat Kompas.com mendatangi TPS ilegal itu pada Selasa (17/12/2019).
Setidaknya 200 ton sampah sudah diangkut ke TPA Jatiwaringin.
Taufik mengatakan, tak hanya sekali ini saja TPS di Kabupaten Tangerang itu ditertibkan.
Warga terus menerus membuang sampah di tempat yang sama, meski mereka telah memasang papan larangan.
Di lokasi terpampang papan larangan dengan cetak tebal "DILARANG membuang sampah di sepanjang kawasan ini", diikuti kutipan pasal peraturan daerah yang melarang pembuangan sampah di kawasan tersebut, yakni Perda Nomor 6 Tahun 2012 Pasal 85.
Meski kejadian tersebut terus berulang, Pemkab Tangerang tidak akan meminta kerugian dari empat daerah yang dituding sebagai oknum pembuang sampah ilegal.
Oknum tersebut juga adalah masyarakat, kata dia, yang tak bisa diperlakukan langsung secara represif melalui hukum yang sudah ditetapkan selama tujuh tahun tersebut.
Perda tersebut, kata Taufik, kekuatannya lemah karena tidak mengatur sanksi.
"Kita ada sifatnya persuasif dahulu, ini kan warga masyarakat kita juga, yang tentunya harus kita berikan mereka juga harus hidup layak," kata Taufik.
Kompas.com pun menelisik lebih jauh soal Perda tersebut yang dimuat dalam situs resmi Kabupaten Tangerang di jdih.tangerangkab.go.id.