BEKASI, KOMPAS.com - Sebagian warga Pondok Gede Permai, Jatiasih, Kota Bekasi tak sepakat dengan wacana relokasi yang digagas Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi atau Pepen.
Wacana relokasi itu terkait dengan letak perumahan itu yang rawan banjir. Pada 1 Januari 2020, perumahan tersebut dilanda banjir hingga 4 meter lebih. Seminggu setelah banjir terjadi, lumpur belum kering di tempat itu.
Erick Timor (43), warga RT 004/RW008 misalnya, menolak direlokasi karena rumahnya tak begitu parah terdampak banjir. Ia menganggap, wilayah Pondok Gede Permai merupakan "aset" karena letaknya strategis kendati sering kebanjiran.
Baca juga: Sebagian Warga Pondok Gede Permai Bekasi Tolak Direlokasi
"Letaknya strategis karena akses ke mana-mana dekat. Jakarta dekat, Bogor dekat, Bekasi dekat. Makanya banyak yang merasa di sini nyaman," ujar Erick ketika ditemui Kompas.com, Rabu (15/1/2020) siang.
"Kalau namanya banjir kan musibah. Banjir pun nyaman-nyaman saja, sudah adaptasi," imbuhnya.
Erick menganggap, jika serius ingin melindungi warga Pondok Gede Permai dari banjir, pemerintah mestinya membenahi aliran Kali Bekasi di balik komplek perumahan itu agar tak semakin dangkal.
Sementara itu, warga RT 003/RW 008, Irvan Nurdin (36) mengaku tak yakin biaya ganti rugi yang dibayarkan pemerintah akan sesuai dengan ekspektasi warga.
Apalagi, beberapa rumah warga yang agak jauh dari tanggul Kali Bekasi tak begitu parah terkena banjir. Secara hitungan kasar, harga rumah itu tentu lebih tinggi ketimbang rumah yang berada di tepi tanggul.
"Memang, dibandingkan perumahan lain, masih murahan di sini. Tapi, kalau dibayar NJOP (nilai jual objek pajak), kami enggak maulah. Paling NJOP-nya Rp 300 juta, Rp 500 juta bolehlah," ujar Irvan.
"Atau kalau dikasih duit, terus dikasih rumah, nah itu baru cocok. Soalnya rumah di luaran kan sudah mahal juga. Jangan seperti di Jakarta malah dipindah ke rusun, awalnya gratis, terus jadi bayar," kata dia.
Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi sebelumnya mengajukan usulan relokasi warga Pondok Gede Permai ke Presiden RI, Joko Widodo, dalam Rapat Pencegahan dan Penanganan Banjir di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu pekan lalu.
"Itu saya sampaikan ke Presiden, ke kementerian. Tinggal tergantung warganya, tergantung kementerian," ujar Rahmat atau Pepen kepada wartawan di Bendung Prisdo, Bekasi Selatan, Jumat lalu.
Pepen beralasan, relokasi ini didasari pertimbangan keamanan warga Kota Bekasi dan warga Pondok Gede Permai itu sendiri dari ancaman banjir.
Perumahan tersebut memang amat rentan diterjang banjir karena bertempat di cekungan yang berdekatan dengan pertemuan dua arus sungai besar dari Bogor, yakni Sungai Cikeas dan Sungai Cileungsi.
"Ini bukan persoalan respons warga. Ini persoalan safety, (wilayah Pondok Gede Permai/PGP) memang harus ada tandon," ujar Pepen.
Tandon tersebut, menurut dia, harus dibangun berkesinambungan dari arah hulu di Bukit Hambalang hingga Kali Bekasi. Dengan begitu, wilayah tangkapan air banjir kiriman makin banyak.
Wilayah PGP jadi salah satu kawasan yang menurut Pepen mestinya dialihfungsikan menjadi tandon.
Baca juga: Tolak Relokasi, Warga Sebut Pondok Gede Permai Banjir karena Pemerintah Teledor
Jika tak kesampaian merelokasi seluruh warga PGP, menurut Pepen, opsi paling realistis adalah membebaskan sebagian rumah warga yang terletak dekat tanggul Kali Bekasi.
"Minimal 20 meter dari bibir sungai itu dijadikan area tangkapan air. Jadi kalau (Kali Bekasi) melimpasi tanggul, itu kita bisa bikin tanggul lagi, sehingga bisa dipompa keluar. Semacam dam," ujar Pepen.
"Itu mungkin paling visible. Tapi itu opsi kedua sebetulnya," tambah dia.
Namun Pepen menyadari bahwa warga tidak mudah menerima wacana itu. Ia menyebutkan, sebagian besar warga PGP yang ia temui ogah direlokasi.
"Semalam (Senin, 13/1/2020) saya sampai jam 23.00 di Pondok Gede Permai, kayanya 75 persen enggak mau direlokasi," kata Pepen, Selasa.
Menurut Pepen, mayoritas warga enggan direlokasi karena sudah puluhan tahun menetap di sana. Ditambah lagi, proses relokasi, terutama terkait ganti rugi, sering kali berbelit dan memakan waktu.
"Orang mereka enjoy kok. Ngobrol biasa, seolah-olah enggak terjadi apa-apa. Mereka sudah tahu semua," tambah Pepen.
Namun, Erick Timor tak sependapat soal alasan dirinya tak mau digusur. Selain karena soal aset, menurut dia, relokasi bukan solusi atasi banjir kerap terjadi di lokasi itu.
"Kalau hanya relokasi mah, (pemerintah) mau cara gampang saja. Dari dulu yang kami minta adalah normalisasi Kali Bekasi. Dikeruk, karena kan makin dangkal," ujar Erick Timor.
"Penanggulan (banjir) itu dari kali. Kalau kali dinormalisasi dengan baik, kemungkinan debit air yang meluap ke sini kan berkurang. Kalau dijadikan tandon tidak efektif," imbuhnya.
Erick yakin, pendapatnya diamini sebagian besar warga Pondok Gede Permai yang sudah sejak dulu meminta pemerintah mengeruk Kali Bekasi.
Menurut dia, usulan relokasi itu menunjukkan bahwa pemerintah hanya ingin cari gampang dalam mengatasi masalah yang ada.
Sejak dekade 1970-an, Kali Bekasi tak pernah dikeruk.
Senada dengan Erick, Irvan Nurdin menganggap bahwa pemerintah teledor mengurus tata ruang Kali Bekasi. Hal itu tampak dari berjubelnya pabrik-pabrik di tepi Kali Bekasi yang berseberangan dengan Pondok Gede Permai.
"Mereka membangun (tanggul) lebih tinggi di seberang. Jadi ketika Kali Bekasi banjir, air ke sini semua," kata Irvan.
"Dulu kan tanah kosong, jadi kalau banjir kebagi kanan dan kiri sungai. Sejak sekitar 2014 tuh di sana dibangun pabrik macam-macam. Harusnya mereka (pemerintah) kalau mau membangun, dihitung dong buangan airnya. Di sini kan perumahan padat," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.