Alie melihat pola fikir seperti itu memang jadi pengangan hidup setiap masyarakat adat. Namun, terkadang bertentangan dengan dunia medis.
"Pandangan soal sakit penyakit selalu berujung kepada Tuhan, sesuatu Yang Maha Kuasa. Ini yang kemudian di satu sisi bertolak belakang dengan dunia medis, dunia klinis bahwa sakit dan penyakit itu bisa diciptakan oleh pribadi oleh lingkungan dan sebagainya," jelas dia.
Pada akhirnya, akan ada pertemuan pola pikir yang terjadi di masyarakat, yakni yang bersifat transenden (berbau ketuhanan) dan Profan (pemikiran yang tidak bersangkutan dengan agama).
Dalam hal ini, para individu atau tokoh adat harus mencari cara untuk menengahi pola fikir yang saling bertabrakan ini agar terciptanya keselarasan dalam masyarakat.
"Jadi saya tetap berpegang bahwa sakit dan penyakit saya asalnya dari Tuhan. Tapi ketika saya berhadapan dengan komunalitas, maka saya harus menghargai yang lain. Nah ini yang harus diangkat," terang dia.
"Misalnya di kampung saya. Walaupun ada larangan kerumunan ada larangan pengajian massal, tetap aja pengajian. Tetapi kemudian ada nilai yang dibangun jika sakit dan penyakit urusan Allah. Namun saya harus jaga kesehatan orang lain dengan cara-cara berikutnya," tambah dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.