Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upaya Polisi Menghadapi Pandemi Covid-19, Penegakan Hukum hingga Kawal Proses Pemakaman

Kompas.com - 07/04/2020, 07:53 WIB
Rindi Nuris Velarosdela,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polda Metro Jaya melakukan langkah-langkah penegakan hukum dan upaya humanis dalam menghadapi pandemi Covid-19 di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Polisi mulai menindak warga yang berkerumun serta terlibat mengawal pemakaman jenazah pasien Covid-19.

Menindak warga yang berkerumun

Langkah penegakan hukum yang telah dilakukan adalah mengimbau atau mengamankan warga berkerumun. Tujuannya, yakni memutus rantai penularan virus corona.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, polisi dapat menindak warga yang menolak membubarkan diri saat berkerumun di tengah pandemi Covid-19.

Penindakan itu dapat dilakukan walaupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta belum menetapkan status pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk wilayah Jakarta.

"Enggak (perlu menunggu status PSBB untuk menindak warga yang berkerumun), kan sebelum PSBB kita sudah jalan (patroli untuk membubarkan warga yang berkerumun), dari kemarin sudah jalan," kata Yusri saat dihubungi, Senin (6/4/2020).

Baca juga: 18 Orang Ditangkap karena Berkerumun Saat Ada Wabah Covid-19

Yusri menjelaskan, penindakan terhadap warga yang menolak membubarkan diri itu memiliki dasar hukum, yakni Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan dan Pasal 212 KUHP, 216 KUHP, dan 218 KUHP.

Sebelum mengamankan warga yang berkerumun, polisi terlebih dahulu melakukan upaya persuasif berupa imbauan untuk membubarkan diri.

Jika mereka menolak untuk dibubarkan atau mencoba melawan petugas, maka polisi tak segan untuk menindak menurut aturan hukum yang berlaku.

Selama dua pekan terakhir, polisi pun gencar melakukan patroli untuk membubarkan warga yang ditemukan tengah berkumpul atau berkerumun di ruang publik.

"Tapi jika tiga kali mengindahkan, kami kenakan pasal itu. Dasar (penindakan) bagi yang mengindahkan (imbauan polisi) adalah pasal KUHP dan UU Karantina Kesehatan," jelas Yusri.

Warga yang menolak membubarlan diri dapat dijerat sanksi kurungan penjara selama setahun dan denda maksimal Rp 100 juta. Hal ini tercantum dalam Pasal 93 UU Nomor 6 tahun 2018.

Baca juga: Polisi Tindak Warga Berkerumun meski Belum Ditetapkan PSBB, Ini Penjelasan Kepolisian

Sebagaimana diketahui, Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 berbunyi, setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Adapun, Pasal 9 Ayat 1 berbunyi, "Setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan."

Tak hanya dijerat UU Karantina Kesehatan, warga yang nekat berkerumun juga bisa dijerat pasal hukum tindak pidana yakni Pasal 212 KUHP, 216 KUHP, dan 218 KUHP. Ketiga pasal itu mengatur ancaman pidana bagi mereka yang melawan dan tak menuruti imbauan polisi.

Pasal 212 KUHP menyebutkan Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.

Baca juga: Polres Metro Jakut Tindak 20 Orang yang Berkerumun

Selanjutnya, Pasal 216 KUHP ayat (1) berbunyi Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut Undang-Undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan Undang-Undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000.

Sementara, Pasal 218 KUHP menyebutkan Barang siapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000.

Mengawal pemakaman jenazah pasien Covid-19

Tak hanya penegakan hukum, Polda Metro Jaya juga menerapkan upaya humanis, yakni berupa pengamanan proses pemakaman pasien Covid-19 atau pasien yang meninggal dunia dan harus dimakamkan sesuai protokol pemakaman Covid-19.

Pada Minggu (5/4/2020) kemarin, Polda Metro Jaya membentuk tim khusus beranggotakan 60 personel Ditsamapta yang ditugaskan untuk mengawal proses pemakaman jenazah pasien Covid-19.

Pengawalan proses pemakaman dilakukan di dua TPU yakniTPU Tegal Alur, Jakarta Barat dan TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur.

Baca juga: Polda Metro Jaya Kerahkan 60 Personel untuk Kawal Pemakaman Jenazah Pasien Covid-19

Personel Ditsamapta itu dikerahkan untuk mengamankan proses pemakaman agar tak ada lagi aksi penolakan dari warga sekitar terhadap pasien Covid-19.

Lebih lanjut, kata Yusri, mereka juga mengawal proses pemakaman untuk mengantisipasi keluarga korban yang memaksakan diri untuk mendekati jenazah.

Yusri menjelaskan, sebanyak 60 personel Ditsamapta itu diterjunkan di dua TPU yang berbeda.

"Jumlah personel seluruhnya dibagi dua masing-masing 30 orang untuk pengamanan di TPU Tegal Alur dan TPU Pondok Ranggon," ungkap Yusri.

Tak hanya bertugas mengawal pemakaman jenazah pasien Covid-19, mereka telah dilatih khusus untuk membantu proses pemakaman jika dibutuhkan. Dalam menjalankan tugasnya, mereka telah dibekali alat pelindung diri sesuai standar Kementerian Kesehatan RI.

"Dari masing-masing tim 30 orang itu, disiapkan 4 orang yang menggunakan APD untuk membantu pemakaman bila diperlukan oleh pihak makam. Sementara, 26 orang bertugas di luar untuk mengimbau dan menghalau masyarakat atau keluarga jenazah yang melakukan penolakan," ujar Yusri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Megapolitan
Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com