Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog: Jangan Sampai Pemerintah Siasati Covid-19 dengan Herd Immunity

Kompas.com - 13/05/2020, 05:59 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Epidemiolog berharap agar pemerintah tidak menggunakan herd immunity sebagai upaya menyiasati tingginya kasus Covid-19 di Indonesia.

Sebagai informasi, herd immunity merupakan “kekebalan komunitas”, di mana kelompok atau populasi manusia kebal terhadap suatu penyakit karena vaksin atau pernah terpapar penyakit tersebut.

“Tidak mungkin. Jangan sampai (pemerintah menyiasati Covid-19 dengan herd immunity),” ungkap epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono ketika dihubungi Kompas.com pada Selasa (12/5/2020).

Baca juga: Apa Itu Herd Immunity dan Mengapa Berisiko Tinggi?

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Muhadjir Effendy sempat menyinggung herd immunity.

Dalam seminar virtual pada 7 Mei 2020 lalu, Muhadjir berpendapat bahwa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ada di tengah-tengah, antara opsi ekstrem lockdown dan herd immunity.

Pilihannya bisa luwes, mendekati lockdown, atau mendekati herd immunity, kata Muhadjir (Kompas, 10 Mei 2020).

Baca Juga: Strategi “Herd Immunity” Terlalu Berisiko

Bercermin dari Swedia

Herd immunity adalah konsep epidemiologi, ketika suatu penyebaran penyakit menular akan terhambat karena sekelompok populasi kebal terhadap penyakit itu.

Kekebalan itu bisa timbul secara alamiah karena sembuh dari penyakit tadi, bisa pula muncul karena imunisasi atau pemberian vaksin.

Namun, karena Covid-19 belum ditemukan vaksinnya, maka jalan menuju herd immunity ditempuh dengan membiarkan sebagian besar penduduk terpapar virus SARS-CoV-2, dengan harapan tubuh mereka membentuk antibodi hingga kebal terhadap virus tersebut.

Swedia jadi negara yang kerap diperbincangkan soal kebijakan suatu negara menangani Covid-19 dengan tendensi herd immunity, meski otoritas setempat menampik bahwa kebijakan mereka adalah tendensi membentuk herd immunity.

Baca juga: Swedia Disebut Terapkan Herd Immunity, Begini Bahayanya Menurut Epidemiolog

Di tengah pagebluk Covid-19, pemerintah Swedia mengizinkan aktivitas publik tetap dibuka, tanpa lockdown. Penduduknya melakukan social distancing secara mandiri.

Hasilnya? Presentase kematian akibat Covid-19 di Swedia paling tinggi di antara tetangganya sesama negara Skandinavia, sebut saja Norwegia, Finlandia, Denmark, atau Islandia, menurut laporan BBC pada 25 April 2020.

“Terlalu banyak orang yang meninggal,” ujar epidemiolog Karolinska Institutet Claudia Hanson kepada BBC. Ia mengkritik pendekatan yang dilakukan otoritas Swedia dan beranggapan bahwa aktivitas publik semestinya sudah ditutup sementara pada Maret lalu.

Baca juga: WHO: Herd Immunity untuk Virus Corona adalah Konsep Berbahaya

Hari ini, 27 persen penduduk Swedia dinyatakan positif Covid-19. Tidak ada yang dapat memastikan bagaimana herd immunity dapat berperan dalam menghambat penularan virus SARS-Cov-2 di Swedia.

Epidemiolog Emma Frans kepada BBC berharap agar kekebalan komunitas ini bisa bermanfaat hingga vaksin Covid-19 ditemukan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran Mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran Mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com