Ina lalu meminta A membuat status minta pertolongan melalui WhatsApp-nya.
Telepon kembali diambil alih pelaku. Berulang kali pelaku membujuk Ina agar tidak perlu gusar, memintanya tenang. Ia mengklaim bahwa A akan "dikembalikan" tanpa "diapa-apakan". A dan N hanya akan diperiksa sebagai saksi.
"Saya bilang ke dia (pelaku), 'Balikin! Bapaknya baru meninggal, saya enggak mau kehilangan siapa-siapa lagi!'" ujar Ina.
"Udah meninggi suara saya," lanjutnya.
Selama 30 menit, ponsel A masih terus tersambung, tetapi tanpa percakapan. Ponsel itu rupanya sudah direbut oleh pelaku.
Sementara adik A di rumah mencoba untuk mencari pertolongan via akun Facebook almarhum ayahnya, serta melacak pergerakan ponsel A melalui internet.
Setelah itu, sambungan telepon A terputus. Ina merasa cemas dan takut mencekam. Ia sempat gemetar hebat dan mengaku tak sadarkan diri beberapa sesaat.
"Saya kepikiran dia diculik, dibunuh. Kehilangan dia... saya enggak siap," tutur Ina di hadapan wartawan siang tadi.
Sempat ada sambungan telepon ketiga yang disebut berasal dari seorang polisi betulan di Jakarta Selatan.
Namun, karena kesadaran Ina belum pulih, sambungan telepon diambil alih oleh tetangga Ina yang juga seorang polisi.
Ketika Ina sudah benar-benar pulih kesadarannya, adik A berhasil melacak posisi kakaknya di Mapolsek Kebayoran Lama.
"Setelah itu saya video call. Ternyata benar, anak saya lagi di Polsek Kebayoran Lama," kata Ina.
A menceritakan apa yang terjadi pada momen itu. Ia berujar, saat itu keadaan terasa serba membingungkan baginya dan N.
Polisi (gadungan) yang menangkapnya bermasalah dengan polisi lain di Kompleks Sespima Polri Ciputat.
Pelaku rupanya sengaja membawa A dan N ke lokasi polisi agar alibinya saat menculik keduanya tak dicurigai.