Suatu tagar yang mewakili rasa frustrasi para tenaga medis atas lalainya masyarakat terhadap pandemi Covid-19.
Baca juga: Seperti Indira Kalistha, Kenapa Banyak Orang Abai Pandemi Corona?
Lebih dari itu, Kamila menilai, ada yang lebih gawat dari keadaan ini. Sistem layanan kesehatan, termasuk jumlah tenaga medis, ada batasnya untuk menampung lonjakan kasus.
"Sekarang di Jakarta kan sudah zona merah semua. Kita sudah benar-benar tidak tahu pasien tertular dari mana," kata dokter yang akrab disapa Ila itu.
"Dengan di rumah memutus mata rantai itu sudah benar banget untuk setidaknya memperlambat penularan. Seberapa pentingnya? Ya penting."
"Karena kalau ini terus berlanjut tanpa ujung, tenaga kesehatan kan terbatas, di satu sisi kasus terus naik. Selama itu pula rumah sakit terus crowded. Akhirnya rumah sakit bisa shutdown, kan juga tidak menutup kemungkinan. Jangan sampai lah," ujar dia.
Kamila mengaku sudah terbiasa selama 2,5 bulan ini menangani kasus-kasus berkaitan dengan Covid-19.
Delapan jam sehari ia bertugas. Selama itu pula, sekujur tubuhnya harus dibungkus oleh alat pelindung diri (APD) level 3 --pakaian yang dianggap menyerupai "baju astronot".
Selama delapan jam pula ia dan rekan seprofesi harus menguasai "keterampilan" baru, yakni terampil membendung rasa dahaga, lapar, hingga buang air.
"Sekalinya masuk (ruang infeksius), kita tuh makan, minum, bahkan buang air ke toilet kan tidak bisa. Bisa tapi berarti harus lepas semua, mandi dekontaminasi, kalau ada pasien nanti pakai lagi. Sayang APD, karena APD terbatas. Jadi ya kami nahan," ungkap Kamila.
"Sekarang karena sudah beberapa waktu mungkin jadi terbiasa. Tapi waktu awal sih kaget. Haus, kebelet-kebeletnya itu, sesak napas karena pengap, gerah dan keringatannya," ujar dia.
Di samping itu, lantaran kemungkinan besar dirinya terpapar oleh virus corona, sudah 2,5 bulan pula ia tak pulang ke rumah.
Selama itu juga ia tak pernah memeluk keluarganya, meskipun kini menjelang masa-masa Lebaran, saatnya silaturahim, waktunya berkumpul dengan keluarga.
Sesuatu yang teramat dalam ia rindukan.
"Yang dikangenin itulah ngumpul semua orang-orang terdekat dengan teman maupun keluarga," ucap Kamila.
Menurut data The Conversation, rasio kematian tenaga medis di Indonesia akibat melayani pasien Covid-19 kini ada di angka 6,5 persen. Artinya 6-7 dari 100 kematian akibat Covid-19 merupakan tenaga medis.