JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) telah menerima 1.220 aduan orangtua siswa terkait penerimaan peserta didik baru (PPDB) melalui jalur zonasi di Jakarta.
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan, anak dari para orangtua itu tidak lolos seleksi karena berusia muda.
Anak-anak itu kalah oleh calon siswa yang lebih tua.
"Sejak tanggal 25 Juni, kami sudah mendapat laporan 1.220 orangtua siswa yang tidak lolos ke sekolah negeri karena terkena aturan usia," ujar Arist saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/7/2020).
Baca juga: Demo Protes PPDB Jakarta Berlanjut hingga Depan Istana Merdeka
Dari seluruh aduan yang masuk, kata Arist, Komnas PA menerima laporan soal enam anak yang depresi karena tidak lolos seleksi PPDB.
Anak-anak itu bahkan mencoba bunuh diri.
"Ada enam anak yang saat ini akan kami upayakan terapi psikososial karena melakukan percobaan bunuh diri akibat tidak diterima masuk SMA karena terpental usia," kata dia.
Baca juga: Komnas PA Terima Laporan Siswa Depresi Tak Lolos PPDB Jakarta
Menurut Arist, Komnas PA sudah mengkomunikasikan aduan para orangtua siswa kepada Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Namun, kata Arist, Dinas Pendidikan tidak mau berkomunikasi dengan mereka.
Dinas Pendidikan tetap berpegang pada ketentuan yang mereka atur dalam Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Pendidikan DKI Nomor 501 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) PPDB Tahun Ajaran 2020/2021.
Baca juga: Keluhkan PPDB Jalur Zonasi, Wali Murid: Anak Saling Bully, Orangtua Saling Sindir
Berdasarkan SK tersebut, seleksi PPDB melalui jalur zonasi dilakukan dengan mengurutkan usia calon siswa dari tertua ke termuda.
Ketentuan dalam SK tersebut, Arist menyatakan, melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB.
Pasal 25 Ayat 1 Permendikbud mengatur, seleksi PPDB memprioritaskan jarak rumah calon siswa ke sekolah dalam wilayah zonasi yang ditetapkan, kemudian usia.
Baca juga: Seleksi Usia dalam PPDB Jakarta Dinilai Hambat Program Wajib Belajar 12 Tahun
Sementara itu, aturan Dinas Pendidikan tidak mempertimbangkan jarak rumah calon siswa ke sekolah, namun langsung menggunakan usia.
Arist mendesak Dinas Pendidikan untuk membatalkan aturan dan seleksi yang telah mereka jalankan.
Arist juga meminta Dinas Pendidikan DKI mengulang PPDB melalui jalur zonasi.
"Tidak ada alasan untuk tidak membatalkan dan mengulang kembali (PPDB), serta memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi anak-anak DKI Jakarta untuk mendapatkan hak atas pendidikannya," ucap Arist.
Baca juga: Jalur Zonasi PPDB DKI 2020 Pertimbangkan Usia agar Tak Bias Ekonomi
Menurut Arist, jika perlu, seluruh calon siswa yang mendaftar diterima di sekolah pilihan mereka.
Dinas Pendidikan bisa mengatur waktu belajar siswa pada pagi dan siang hari sebagai solusi untuk mengatasi keterbatasan daya tampung tiap sekolah.
"Bagi waktu belajar, jamnya dibedakan, jadi semuanya punya hak atas pendidikan. Itu solusi menurut saya," tuturnya.
PPDB melalui jalur zonasi menuai banyak kritik karena dianggap memprioritaskan calon siswa berusia tua.
Dinas Pendidikan DKI Jakata menyusun juknis yang tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nomor 501 Tahun 2020.
Apabila jumlah pendaftar PPDB jalur zonasi melebihi daya tampung, maka dilakukan seleksi berdasarkan usia, urutan pilihan sekolah, dan waktu mendaftar.
Baca juga: Usia Jadi Pertimbangan Jalur Zonasi PPDB, Disdik DKI Anggap Jarak Bukan Ukuran Netral
Juknis itu diprotes karena dianggap berbeda dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana mengatakan, usia merupakan ukuran yang netral yang tidak dapat dimanipulasi pada penerapan jalur zonasi PPDB.
Menurut dia, memakai ukuran jarak rumah ke sekolah kurang tepat karena jarak bisa diintervensi, bisa dimanipulasi.
"Apakah jarak rumah ke sekolah ukuran netral? Tidak netral karena jarak itu bisa diintervensi, bisa diubah. Misalnya, yang punya kerabat bermukim di dekat sekolah yang dituju, bisa sejak tahun lalu menitipkan anaknya dalam kartu keluarga kerabatnya," kata Nahdiana, Kamis (2/7/2020).
Baca juga: Saat Pemprov DKI Cari Takaran Netral dan Tak Bias Kelas di PPDB Jalur Zonasi
Selain itu, keluarga yang mampu dinilai bisa dengan mudah menyewa atau beli properti di lingkungan yang dekat dengan sekolah yang dituju.
"Jarak yang dihitung menggunakan meteran tidak netral, ia bisa diintervensi," lanjutnya.
Ia menjelaskan, di Jakarta, jarak atau zonasi diatur berdasarkan jarak rumah ke sekolah dengan menggunakan jarak antar-kelurahan.
Bila calon siswa tinggal di sebuah kelurahan, maka ada pilihan-pilihan sekolah yang berlokasi di kelurahan tersebut dan di beberapa kelurahan tetangga yang bisa dipilih.
"Jakarta juga menggunakan jarak sebagai alat ukur, dengan berbasis kelurahan lokasi rumah dan lokasi sekolah," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.