"Tidak hanya kecakapan dalam pengasuhan anak yg dibutuhkan pengelola RPTRA. Tidak hanya kecakapan kewirausaahan, tapi juga bagaimana mereka mampu deteksi dini tentang kecurigaan tindak kekerasan terhadap anak," ujarnya.
Danang menambahkan bahwa latar belakang dari calon petugas pengelola RPTRA pun harus dicermati.
Salah satu caranya dengan melaksanakan psikotes saat screening calon petugas.
"Harus evaluasi dan screening pekerja yang benar-benar perspektif anak. Lalu juga kita harus tahu latar belakang mereka karena kebanyakan banyak jadi korban dendam belum hilang kemudian jadi pelaku," tambahnya.
Diketahui, seorang petugas honorer RPTRA berinisial ML (49) melakukan aksi pencabulan terhadap anak di bawah umur berinisial AA (14) di lokasi RPTRA Meruya Utara.
Ia ditangkap usai ibu dari AA melaporkan peristiwa terkait.
Awalnya, Ibu dari AA melihat pesan singkat yang dikirimkan ML kepada anaknya.
ML mengirimkan pesan singkat tersebut kepada ponsel milik ibu korban, sebab korban kerap menggunakan ponsel ibunya untuk bermain game.
Dalam pesan singkat tersebut, ML mengajak AA untuk melakukan hubungan seksual.
Ibu AA segera menanyakan hal tersebut pada anaknya. AA kemudian mengaku telah dicabuli oleh ML sebanyak 20 kali.
Mengetahui hal tersebut, Ibu dari AA langsung melapor polisi.
Imbas perbuatannya, ML telah dicopot dari pekerjaannya.
Ia juga telah ditangkap oleh Polsek Kembangan, pada Sabtu, (17/10/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.