"Pas di jalan tol itu gue turun, karena enggak mau, sudah enggak betah. Di belakang kan ada mobil anggota (kepolisian), ya sudah gue pindah ke situ, terus minta dibawa pulang," ujar Jeck sambil diselingi tawa.
Jeck kemudian diantar pulang dan menjalani perawatan di rumahnya.
Namun, baru satu minggu sejak kepulangannya dari rumah sakit, Jeck sudah kembali ke lapangan.
Pasalnya, ia menerima informasi tentang adanya kasus mutilasi di Jakarta Utara.
"Baru seminggu itu. Gue baca handphone, kok ada mutilasi ini di Jakarta Utara," tutur Jeck.
Merasa tak bisa tinggal diam, Jeck yang masih membutuhkan perawatan lebih lanjut bergabung bersama tim untuk menangkap pelaku.
"Ya sudah gabung lah itu. Padahal masih diperban," ucapnya.
Tak hanya itu, ketika menjalani perawatan di rumah, Jeck sempat kabur lewat jendela karena sudah tidak betah lama-lama di rumah.
Pascakasus penembakannya, Jeck sempat dipindahkan untuk bertugas di kantor polisi dan bukan di lapangan.
Ia menjalani posisi barunya selama kurang dari enam bulan.
"Enggak nyampe enam bulan, empat bulanan kayaknya, karena langsung dipindah ke serse lagi,” tuturnya.
Jeck mengaku tidak betah ketika harus menjalani rutinitas di kantor. Ia mengaku lebih kerasan mengungkap kejahatan dan menangkap penjahat langsung dari jalanan.
“Waktu itu ya malah nonton Patroli (program tayangan kriminal), nonton berita, gitu. Enggak betah,” ujarnya.
Ketika ditawari untuk pindah ke lokasi ataupun unit lain dengan alasan keamanan pun, Jeck selalu menolak.
“Jangan pindah. Kalau pindah itu artinya polisi kalah sama penjahat. Enggak boleh kalah!” tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.