Dengan ember berisi kura-kura dan bulus, Abidin menuju ke pinggir Sungai Ciliwung.
Perlahan ember berisi air itu dimiringkan sehingga kura-kura dan bulus berada di bebatuan pinggir sungai Ciliwung.
Kura-kura dan bulus tersebut kemudian berlomba-lomba menuju Sungai Ciliwung.
Mereka kemudian berenang dengan lincah ke tengah sungai dan kemudian menghilang dari pandangan mata.
Keberadaan bulus yang ditemukan sempat disebut Abidin sebagai hewan langka. Abidin punya asumsi, semua bulus di Sungai Ciliwung adalah hewan langka dan dilindungi oleh pemerintah.
Abidin bilang, bulus sempat dikenal sebagai hewan yang bisa dimakan. Bahkan, rekannya Deni (68) pernah memakan bulus pada sekitar tahun 1970-an.
"Dulu pernah makan dua kali tahun 70-an. Itu bulus dimasak sayur kuning kaya opor. Dulu ngga sengaja ketangkep terus dimakan sama ibu saya. Dua kali makan, rasanya enak, empuk tulangnya," ujar Deni saat ditemui di saung Komunitas Peduli Ciliwung Kedung Sahong, Kamis siang.
Pakar herpetologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amir Hamidy mengatakan, anak bulus yang ditemukan di Sungai Ciliwung, tepatnya di Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan, berjenis Amyda cartilaginea.
Ia menyebutkan, bulus yang ditemukan tak berstatus hewan langka.
"Kalau bicara bulus, di Jawa ada beberapa jenis. Ada yang bulus bintang (labi-labi) itu Chitra chitra javanensis. Jenis itu yang langka," ujar Amir saat dihubungi, Rabu (26/11/2020) malam.
Amir menyebutkan, bulus Amyda cartilaginea merupakan spesies asli Indonesia.
Menurut Amir, jenis bulus Amyda cartilaginea masih banyak ditemukan di luar Pulau Jawa.
"Bulus Amyda cartilaginea belum langka dan belum dilindungi. Memang populasi tak banyak dibandingkan di luar Pulau Jawa karena di Pulau Jawa tekanannya besar. Di Kalimantan, Sumatera, khususnya sungai-sungai besar, itu masih banyak," tambah Amir.
Ia mengatakan, hewan bulus hidup di sungai yang berukuran besar dan berlumpur. Bulus hidup di bawah lumpur sehingga jarang terlihat.