Lebih lanjut Santoso mengatakan, opsi tersebut dipilih karena para pelanggar mengaku tidak punya uang untuk membayar denda.
Mereka juga lebih memilih masuk peti mati ketimbang membersihkan fasilitas umum karena waktu hukuman masuk peti mati lebih singkat.
Sanksi aneh ini kemudian mendapat sorotan dari publik. Tak sedikit dari mereka yang menentang aturan tersebut sehingga sanksi masuk peti mati akhirnya ditiadakan.
Kepala Satpol PP Jakarta Timur, Budhy Novian, mengonfirmasi kabar dicopotnya aturan tersebut.
Budhy mengatakan, petugas harus menerapkan sanksi yang diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) yang berlaku tentang sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan.
"Kita melaksanakan penindakan berdasarkan acuan. Tidak boleh suka-suka petugas," ujarnya, Jumat (4/9/2020).
Baca juga: Pemkot Tangsel Tak Tahu Ada Kendala Pengelolaan Sampah Medis di TPU Jombang
Pergub Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Covid-19 mengatur tentang dua jenis sanksi yang dikenakan bagi pelanggar protokol kesehatan.
Sanksi pertama adalah kerja sosial membersihkan fasilitas-fasilitas umum.
Sanksi lainnya berupa denda administrasi dengan besaran maksimal Rp 250.000.
Hingga 6 Januari 2021, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengumpulkan uang denda sekitar Rp 5,7 miliar dari pelanggar protokol kesehatan.
Denda yang terkumpul merupakan akumulasi dari bulan April 2020, ketika aturan mengenai sanksi denda pertama diterapkan.
Tercatat sebanyak 316.754 pelanggaran pada periode April 2020 hingga Januari 2021. Sebanyak 7.361 di antaranya dikenakai teguran, 285.762 kerja sosial, dan sisanya dikenai denda administrasi.
Baca juga: Update Kondisi Pandemi di Jakarta: Antre di RS Rujukan hingga Prosedur Isolasi Mandiri
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.