Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog Sebut RT dengan 2 Kasus Covid-19 Harusnya Sudah Ditetapkan Zona Merah

Kompas.com - 09/02/2021, 15:23 WIB
Ihsanuddin,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mempertanyakan indikator yang digunakan pemerintah dalam menentukan zona merah Covid-19 di sebuah rukun tetangga (RT).

Dalam aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro, suatu RT disebut sebagai zona merah jika terdapat lebih dari 10 rumah dengan kasus konfirmasi positif Covid-19 selama tujuh hari terakhir.

Namun, Tri menilai, tak perlu menunggu separah itu untuk menetapkan suatu RT sebagai zona merah.

"Menurut saya itu salah ya. Saya sih, satu kasus Covid-19 itu kuning, dua kasus itu merah," kata Tri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (9/1/2021).

Jika suatu RT baru ditetapkan zona merah setelah terdapat 10 rumah yang memiliki kasus positif Covid-19, maka Tri meyakini penanganannya akan sulit.

Baca juga: Epidemiolog: PPKM Mikro Perlonggar Pembatasan, Orientasinya Bisnis, Harusnya Tak Diikuti Pemprov DKI

Ia tak yakin kebijakan dalam PPKM mikro bisa efektif. Belum lagi jika ada kasus yang tak terdeteksi karena pasien tanpa gejala.

"Bisa kacau balau kalau seperti itu," kata dia.

Tri menilai, PPKM mikro yang diberlakukan pemerintah ini hanyalah kebijakan yang berorientasi pada ekonomi ketimbang pencegahan Covid-19.

Ini bisa dilihat dari jam operasional mal dan restoran yang boleh buka sampai pukul 21.00 WIB, dari sebelumnya pukul 19.00 WIB.

Lalu, kapasitas pengunjung di restoran juga dikembalikan ke 50 persen dari yang sebelumnya 25 persen.

Begitu juga kegiatan perkantoran yang tadinya 25 persen work from office kini jadi 50 persen.

"Kebijakan ini justru menambah longgar pembatasan. Pemerintah pusat masih berkompromi, orientasinya bisnis dan ekonomi," kata Tri.

Baca juga: Pemkot Bekasi Klaim Sudah Terapkan Ketentuan PPKM Mikro Sejak 2020

Tri pun menyesalkan PPKM mikro yang ditetapkan pemerintah pusat ini harus diikuti oleh seluruh provinsi di Jawa dan Bali, termasuk DKI Jakarta.

Padahal, ia menilai, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang sudah dilakukan Pemprov DKI Jakarta selama ini memiliki aturan yang lebih ketat untuk mencegah penyebaran Covid-19.

"Harusnya DKI tidak mengikuti PPKM mikro dari pemerintah pusat, tapi justru mengetatkan PSBB tingkat sedang kemarin ke PSBB yang lebih berat," ujarnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Megapolitan
Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Megapolitan
Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Megapolitan
Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Megapolitan
Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Megapolitan
Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Megapolitan
Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Megapolitan
Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Megapolitan
Polisi Temukan Orangtua Mayat Bayi yang Terbungkus Plastik di Tanah Abang

Polisi Temukan Orangtua Mayat Bayi yang Terbungkus Plastik di Tanah Abang

Megapolitan
PJLP Temukan Mayat Bayi Terbungkus Plastik Saat Bersihkan Sampah di KBB Tanah Abang

PJLP Temukan Mayat Bayi Terbungkus Plastik Saat Bersihkan Sampah di KBB Tanah Abang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com