Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selisih Data Terjadi Lagi, Depok Minta Satgas Covid-19 "Konsen": Bahaya jika Tak Diselesaikan

Kompas.com - 26/02/2021, 14:54 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Satgas Penanganan Covid-19 Kota Depok angkat bicara soal selisih atau kesenjangan data kasus aktif/pasien Covid-19 yang kembali terjadi, antara data real-time Pemerintah Kota Depok dengan versi Satgas Penanganan Covid-19 pusat.

"Ini menjadi masalah utama dalam penanganan Covid-19 di Indonesia, padahal data adalah basis utama kebijakan dan dijadikan input perhitungan zona risiko daerah," kata juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Kota Depok, Dadang Wihana, kepada wartawan.

"Bagaimana zona risiko daerah bisa valid hasilnya, jika diambil dari basis data yang salah," lanjutnya.

Baca juga: Selisih Jumlah Pasien Covid-19 Depok Terjadi Lagi, Versi Pemerintah Pusat 89 Persen Lebih Banyak

Sebelumnya, selisih atau kesenjangan data yang lebar sudah pernah terjadi.

Masalah ini sempat dilaporkan oleh Depok sejak Oktober 2020 lalu, namun tak digubris dan isunya mencuat ke permukaan pada awal Januari 2021.

Ketika itu, kasus aktif/pasien Covid-19 di Depok lebih tinggi ketimbang yang dilaporkan oleh Pemprov Jawa Barat maupun Satgas Penanganan Covid-19 pusat.

"Waktu itu sempat rekonsiliasi data dan sempat gap-nya tidak terlalu tinggi. Saat ini terjadi lagi, gap datanya cukup tinggi," ujar Dadang.

Teranyar, dalam konferensi pers kemarin, juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 pusat Wiku Adisasmito mengungkapkan kasus aktif Covid-19 di Depok mencapai 7.096 pasien.

Baca juga: Depok Catat 265 Kasus Baru Covid-19, 3 Pasien Meninggal

Padahal, pada Kamis (25/2/2021), jumlah kasus aktif Covid-19 di Depok sebesar 3.740 pasien, sebagaimana dirilis dalam situs resmi Pemerintah Kota Depok.

Selisih itu hampir dua kali lipat, atau jika dikonversi dalam persentase, mencapai 89 persen.

"Masalah ini sudah disampaikan sejak lama, baik ke pusat maupun ke provinsi," ujar Dadang.

"Jadi, saya tuh, meminta kepada satgas pusat untuk konsen terkait data ini. Segera lakukan rekonsiliasi," imbuhnya.

Dadang menganggap sengkarut selisih data ini berbahaya jika tak segera dibereskan. Penanganan pandemi bisa tak akurat di lapangan karena data yang diacu pemerintah pusat dengan keadaan aktual.

"Data ini kan dijadikan input untuk menghitung zona risiko daerah. (Zona) merah atau oranye kan treatment-nya beda. Malau diambil dari basis data yang salah, itu kan tidak update dengan yang ada di daerah," jelas dia.

"Ini sangat berbahaya jika tidak segera diselesaikan."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pendatang Baru di Jakarta Akan Diskrining, Disnakertrans DKI: Jangan Sampai Luntang-Lantung

Pendatang Baru di Jakarta Akan Diskrining, Disnakertrans DKI: Jangan Sampai Luntang-Lantung

Megapolitan
Warga Rusun Muara Baru Sulit Urus Akta Lahir, Pengelola: Mereka Ada Tunggakan Sewa

Warga Rusun Muara Baru Sulit Urus Akta Lahir, Pengelola: Mereka Ada Tunggakan Sewa

Megapolitan
Pengelola Bantah Adanya Praktik Jual Beli di Rusunawa Muara Baru Jakarta Utara

Pengelola Bantah Adanya Praktik Jual Beli di Rusunawa Muara Baru Jakarta Utara

Megapolitan
Gangster Bawa Senjata Kelillingi Tanjung Duren, Polisi Pastikan Tak Ada Korban

Gangster Bawa Senjata Kelillingi Tanjung Duren, Polisi Pastikan Tak Ada Korban

Megapolitan
Polisi Tutup Kasus Brigadir RAT, Sebut Kematian Disebabkan Bunuh Diri

Polisi Tutup Kasus Brigadir RAT, Sebut Kematian Disebabkan Bunuh Diri

Megapolitan
Suramnya Kondisi RTH Tubagus Angke, Diduga Jadi Tempat Prostitusi dan Banyak Sampah Alat Kontrasepsi Berserakan

Suramnya Kondisi RTH Tubagus Angke, Diduga Jadi Tempat Prostitusi dan Banyak Sampah Alat Kontrasepsi Berserakan

Megapolitan
Polda Sulut Benarkan Brigadir RAT Jadi Ajudan Pengusaha di Jakarta, tetapi Tak Izin Pimpinan

Polda Sulut Benarkan Brigadir RAT Jadi Ajudan Pengusaha di Jakarta, tetapi Tak Izin Pimpinan

Megapolitan
Mantan Karyawan Gelapkan Uang Resto Milik Hotman Paris untuk Bayar Utang Judi dan Beli Motor

Mantan Karyawan Gelapkan Uang Resto Milik Hotman Paris untuk Bayar Utang Judi dan Beli Motor

Megapolitan
Pabrik Arang di Balekambang Baru Disegel, Warga Sudah Hirup Asap Pembakaran Arang Selama 15 Tahun

Pabrik Arang di Balekambang Baru Disegel, Warga Sudah Hirup Asap Pembakaran Arang Selama 15 Tahun

Megapolitan
Baru Kerja Sebulan, Eks Manajer Resto Milik Hotman Paris Gelapkan Uang Rp 172 Juta

Baru Kerja Sebulan, Eks Manajer Resto Milik Hotman Paris Gelapkan Uang Rp 172 Juta

Megapolitan
Sudah 4 Bulan Permukiman Cipayung Depok Banjir, Akses Jalan Bulak Barat-Pasir Putih Terputus

Sudah 4 Bulan Permukiman Cipayung Depok Banjir, Akses Jalan Bulak Barat-Pasir Putih Terputus

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Segera Bangun RDF Plant Baru di Rorotan dan Pegadungan

Pemprov DKI Diminta Segera Bangun RDF Plant Baru di Rorotan dan Pegadungan

Megapolitan
Terima 256 Aduan Soal THR Lebaran 2024, Pemprov DKI Beri Tenggat Perusahaan hingga Akhir Tahun Ini

Terima 256 Aduan Soal THR Lebaran 2024, Pemprov DKI Beri Tenggat Perusahaan hingga Akhir Tahun Ini

Megapolitan
Banjir di Permukiman Depok Tak Surut 4 Bulan, Ketua RT Duga karena Tumpukan Sampah Tak Ditangani

Banjir di Permukiman Depok Tak Surut 4 Bulan, Ketua RT Duga karena Tumpukan Sampah Tak Ditangani

Megapolitan
Ulah Pengemudi Mobil Dinas Polri di Depok: Tabrak Motor lalu Kabur, Berujung Dibawa Satlantas

Ulah Pengemudi Mobil Dinas Polri di Depok: Tabrak Motor lalu Kabur, Berujung Dibawa Satlantas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com