JAKARTA, KOMPAS.com - Satu petak kebun berdiri di salah satu perumahan di Jakarta Timur.
Tempatnya tersembunyi dan tidak mudah dicari. Sebab, beberapa gang ditutup lantaran pandemi Covid-19.
Tak ayal, orang-orang yang mengandalkan aplikasi peta online akan dibuat pusing mencari jalan ke sana.
Di sana, kebun seluas 600 meter persegi berdiri di lahan yang sebelumnya terbengkalai.
Adalah Yatno Gondrong (40) yang menjadi pengelola kebun tersebut.
Sejak Maret 2018, ia mulai merintis bisnis bibit anggur dengan memanfaatkan lahan fasum.
"Jadi saya punya gagasan, koordinasi dengan Pak Lurah untuk menjadikan tempat ini kebun. Alhamdulillah, mendapat dukungan," kata Yatno saat ditemui di kebunnya.
Baca juga: Apa Mungkin Lanud Halim Perdanakusuma Dapat Dijadikan Kawasan Agroeduwisata?
Awalnya, kebun tersebut ditanami sayur-sayuran.
Seiring berjalannya waktu, Yatno memutuskan untuk pindah haluan ke anggur.
"Karena lahannya tidak cukup luas, secara pendapatan kecil. Jadi saya putuskan beralih ke anggur," tutur dia.
Yatno kemudian mempelajari pembibitan anggur.
"Saya tertarik dengan anggur. Saya belajar menanam anggur-anggur impor, bergabung dengan komunitas, dan sowan," kata Yatno.
Nama kebunnya "Kebun Imut Sinakal", terletak di Jalan Malaka II, Malaka Sari, Duren Sawit, Jakarta Timur.
"Imut itu kecil kan, kebun imut artinya kebun kecil di tengah kota. Sinakal itu kepanjangannya sigap, niat, dan berakal," tutur Yatno.
"Banyak yang datang ke sini. Ada saja setiap hari, mulai dari Depok, Bandung, hingga Payakumbuh. Mereka icip-icip," tutur Yatno.
Yatno juga sering memberikan pelatihan di kebunnya. Beberapa mahasiswa pun pernah datang untuk meneliti.
"Pernah ada mahasiswa dari Institut Pertanian Bogor (IPB) ke sini," kata dia.
Baca juga: Hanya 5 Ha dari 300 Ha Sawah di Jakarta Tak Akan Berubah Peruntukan
"Ada yang dari Rusia, Jepang, Amerika Serikat, Ukraina, India, dan seterusnya. Buahnya pun banyak warna, banyak bentuk," ujar dia.
Harga bibitnya pun bervariasi, tergantung jenisnya.
"Ada yang Rp 125.000 per bibit, ada juga yang kisaran Rp 1,5 juta sampai Rp 2,5 juta, bahkan ada yang terjual Rp 12 juta," ucap pria yang juga anggota penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU) itu.
Baca juga: Mandiri di Tengah Covid-19, Kampung Anggur Kota Tangerang Produksi Masker dan Bahan Pangan Sendiri
Yatno saat ini masih fokus pada penjualan bibit.
"Kalau buahnya, kami sajikan untuk pengunjung. Untuk icip-icip, kalau cocok di lidah, kami tawarkan bibitnya," kata dia.
Di era seperti ini, tak banyak yang mengambil jalan menjadi petani. Terlebih di tengah Ibu Kota.
Namun, Yatno berani mengambil jalan sepi dengan menjadi petani anggur di Ibu Kota.
"Kita harus mengubah mindset, petani di kota tidak harus di lahan yang luas," kata Yatno.
Yatno merasa bangga menjadi petani Ibu Kota.
"Lebih menemukan rasa kebanggaan, orang semula tidak tahu, sekarang jadi tahu ada berbagai jenis anggur di dunia," kata Yatno.
"Yang tadinya orang tahunya anggur di supermarket, di sini ada pohonnya dan bisa dipetik langsung," imbuh dia.
Yatno juga terus berupaya menyemangati generasi muda bahwa peteni itu keren.
"Petani itu keren, kok. Tidak harus main kotor-kotoran. Sekarang banyak teknologi yang mengarah ke pertanian modern," kata pria yang kini memiliki empat karyawan itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.