Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpidana Pencabulan di Depok Main Facebook dari Penjara, Kemenkumham Diminta Turun Tangan

Kompas.com - 03/06/2021, 12:51 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Syahril Parlindungan Marbun, eks pengurus sebuah gereja di Depok, yang divonis 15 tahun penjara terkait pencabulan anak-anak, terkonfirmasi masih dapat mengakses Facebook melalui ponsel dari dalam penjara.

Pengacara para korban Syahril, yaitu Azas Tigor Nainggolan, meminta agar Rutan Cilodong, tempat Syahril dibui, diperiksa sistem pengawasannya oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

"Saya sebagai kuasa hukum korban akan melakukan pelaporan ke Dirjen Pas (Pemasyarakatan) Kemkumham RI," kata Tigor kepada Kompas.com, Kamis (3/6/2021).

Baca juga: Eks Pengurus Gereja yang Jadi Terpidana Kekerasan Seksual di Depok Masih Bisa Main Facebook dari Penjara

"Ini harus diperiksa, yang memeriksa Dirjen Pas Kemkumham, memeriksa petugas di Rutan Cilodong. Kenapa kok ada warga binaan sampai bebas menggunakan alat komunikasi keluar," kata dia.

Kepala Pengamanan Rutan Cilodong, Numan Fauzi, sebelumnya mengeklaim bahwa insiden itu lepas dari pengawasan pihaknya.

Ia mengaku, jajaran sudah melakukan sosialisasi terhadap para warga binaan mengenai hal-hal yang dilarang dilakukan di dalam sel, menyiapkan sarana komunikasi rutan, dan melakukan inspeksi rutin dua kali seminggu.

Tigor menyangsikan alasan semacam itu.

"Saya paham. Bisa saja orang rutan yang main, orang itu alat komunikasi kok, kan terang-terangan. Pasti tahu mereka, tidak mungkin tidak tahu, tidak mungkin," sebut Tigor.

"Itu kan bukan barang kecil, barang besar kan gadget itu. Itu bisa di-charge, masa tidak ketahuan? Sumber listrik ada di mana? Memang di sel ada sumber listrik? Enggak ada di dalam sel," tambah dia.

Baca juga: Main Facebook dari Penjara, Terpidana Pencabulan di Depok Terancam Tak Dapat Remisi

Fauzi tak banyak berkomentar terkait soal itu. Ia hanya memastikan bahwa apabila ada oknum Rutan Cilodong yang "bermain" sehingga Syahril dapat memperoleh ponsel di dalam penjara, oknum itu akan dikenai sanksi sesuai ketentuan.

Syahril melakukan rangkaian kekerasan seksual saat menjadi pembimbing salah satu kegiatan di gereja di Depok.

Selama menjabat, Syahril yang juga bekerja sebagai advokat itu memanfaatkan kekuasaannya untuk mencabuli sejumlah anak bimbingannya selama hampir 20 tahun terakhir.

Vonis 15 tahun penjara untuk Syahril merupakan hukuman maksimal sesuai yang tertera pada Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Vonis itu juga lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntutnya dijatuhi hukuman 11 tahun penjara.

Selain hukuman 15 tahun penjara, Syahril juga dikenai denda Rp 200 juta subsider 3 bulan penjara, serta diharuskan membayar ganti rugi sebesar Rp 6.524.000 subsider 3 bulan penjara untuk korban pertama, lalu ganti rugi korban kedua senilai Rp 11.520.639 subsider 3 bulan penjara, sesuai tuntutan jaksa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Megapolitan
Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Megapolitan
Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Megapolitan
Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Megapolitan
Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Megapolitan
Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Megapolitan
Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Megapolitan
Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Megapolitan
Polisi Temukan Orangtua Mayat Bayi yang Terbungkus Plastik di Tanah Abang

Polisi Temukan Orangtua Mayat Bayi yang Terbungkus Plastik di Tanah Abang

Megapolitan
PJLP Temukan Mayat Bayi Terbungkus Plastik Saat Bersihkan Sampah di KBB Tanah Abang

PJLP Temukan Mayat Bayi Terbungkus Plastik Saat Bersihkan Sampah di KBB Tanah Abang

Megapolitan
Terdengar Ledakan Saat Agen Gas dan Air di Cinere Kebakaran

Terdengar Ledakan Saat Agen Gas dan Air di Cinere Kebakaran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com