Menumpang transportasi publik, di tengah kabar duka akibat Covid-19 yang saban hari terbaca di media sosial atau terdengar dari mushala setempat, jelas bukan perkara gampang bagi kondisi psikis orang-orang seperti Siti.
"Takut banget parah. Sekarang kalau ke kantor kayak perang. Aku naik busway itu sudah ramai," kata Siti kepada Kompas.com.
Baca juga: Luhut Minta Menaker Terbitkan Instruksi yang Wajibkan Karyawan Sektor Non-esensial WFH
"Sampai kantor itu habis absen langsung pakai hand-sanitizer, terus sebelum duduk tas ditaruh bawah, disemprot disinfektan sampai bau seruangan. Karena kan kantor bukan ruangan terbuka, udaranya muter di situ juga."
Siti merupakan pegawai perusahaan pengelola gedung. Perusahaan itu membagi 30-an karyawannya jadi dua kelompok untuk menerapkan selang-seling sif WFH dan bekerja dari kantor, meskipun bukan termasuk sektor esensial.
Sialnya, hanya Siti yang tersisa di departemen tenant relations, bagian yang mengurusi hubungan dengan penyewa ruangan.
Dua kolega Siti sedang isolasi karena terpapar Covid-19. Ia terpaksa menambal posisi temannya dan masuk kantor tiap hari.
"Padahal, memungkinkan banget untuk WFH karena sekarang kan sudah digital, kalau tenant ada komplain atau permintaan biasa via telepon atau email. Jadi, memungkinkan banget," ujar Siti.
Saat ini, gedung yang perusahaannya kelola pun dalam keadaan sepi karena pandemi Covid-19 memang sedang gawat-gawatnya.
Perusahaan-perusahaan itu mayoritas menerapkan WFH untuk pegawainya. Lalu, untuk apa Siti tetap harus ke kantor?
Segalanya jadi terasa konyol. Apalagi, sebagian koleganya bekerja dari rumah, sehingga di kantor Siti rapat via Zoom dengan mereka yang WFH.
Untuk apa dia masih harus pergi ke kantor setiap hari dan terjebak dalam risiko terpapar Covid-19? Bukankah ia bisa bekerja dari rumah saja?
"Kata bos, enggak bisa," ujar Siti.
Sebagai pegawai, Siti dan Dimas tak punya banyak pilihan. Dimas mau tak mau manut instruksi bos, si anggota Dewan, berbagi ruangan yang luasnya setara kamar kos bersama enam staf lain si legislator.
Padahal, agenda sedang lengang. Rapat-rapat DPR RI sudah bisa diakses virtual. Realisasi program kerja di lapangan pun bertahap.
Soal menyiapkan materi rapat, memikirkan konsep, brainstorming ide, atawa berkoordinasi dengan tim, Dimas sudah mafhum betul cara melakoninya lewat Zoom atau WhatsApp. Itu sudah dilakukan sehari-hari.