"Tapi, tiba-tiba malam itu ada instruksi untuk ke kantor saja," kata Dimas, pasrah.
Siti dan rekan-rekannya juga mengaku pernah mengemukakan pembicaraan dengan manajemen bahwa perusahaan mereka tidak termasuk dalam sektor esensial maupun kritikal berdasarkan aturan PPKM darurat.
Mereka melayangkan usul agar, sebagaimana harusnya, mereka diizinkan bekerja dari rumah 100 persen.
Paksaan bagi Dimas dan Siti untuk tetap bekerja dari kantor terasa lebih konyol karena saat ini beberapa kolega mereka positif Covid-19.
Itu cukup membuktikan bahwa risiko terpapar Covid-19 di lingkungan kerja begitu nyata, kalau bukan sangat tinggi.
"Ada dua teman yang positif Covid-19, seruangan pula sama saya. Walaupun mereka sedang isolasi, tapi kan harusnya jadi makin aware kita-nya. DPR juga banyak yang positif, masak enggak kapok?" keluh Dimas.
"Saya sedih, tapi mau gimana?" lanjutnya.
Siti tak kuasa menyembunyikan ledakan emosinya ketika Kompas.com bertanya soal harapannya terkait sistem kerja pada keadaan darurat seperti sekarang.
"Buat para pimpinan, tolong tahu diri. Pikirkan karyawan," kata dia.
"Karena kalau karyawannya mati ... tolong, karyawan punya keluarga di rumah. Lo kan juga punya keluarga di rumah. Ayo, sama-sama takut, jangan lo doang yang takut," lanjut Siti.
"Benar deh, rasanya pengin melaporkan kantor sendiri (agar ditindak), karena bukan esensial atau kritikal. Kenapa, sih, enggak bisa banget lihat kantor kosong? Orang juga sudah memaklumi kalau perusahan sepi, karena wajarlah, keadaan begini. Apa salahnya sih dua minggu WFH?"
Rasa geram itu bahkan juga dapat terbaca dalam pernyataan Pangdam Jaya Mayjen Mulyo Aji pada Senin kemarin di sela-sela kemacetan imbas penyekatan di perbatasan Jakarta-Kota Bekasi.
"Banyak perusahaan di Jakarta yang tidak mematuhi anjuran dari pemerintah dari tanggal 3 sampai 20 itu work from home. Jadi kami di lapangan ini menegakkan aturan sesuai perintah," kata Pangdam Jaya.
Siti dan Dimas hanya dua dari seabrek pegawai bernasib sama. Mereka sama-sama tak punya pilihan. Mereka keluar rumah bukan karena bandel, melainkan terpaksa.
Di saat negara enggan menjamin kebutuhan dasar mereka selama masa PPKM darurat, mereka hanya bisa mengandalkan kantor sebagai pemberi nafkah.
Negara masa bodoh dengan nafkah mereka bila mereka dipecat, sedangkan perusahaan pun tak akan menjamin mereka bebas pemecatan jika tak manut ketentuan bos.
"Saya berharap, sebenarnya kejadian di sekitar ini jadi bahan refleksi diri buat lebih mawas dan benar-benar nahan diri untuk keluar rumah selagi bisa," ujar Dimas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.