Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat KPI Tak Lakukan Banyak Upaya dan Pasrahkan Kasus Pelecehan Pegawai ke Polisi...

Kompas.com - 16/09/2021, 08:04 WIB
Ihsanuddin,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus dugaan pelecehan seksual dan perundungan pegawai yang terjadi di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sudah terungkap ke publik sejak tiga pekan lalu.

Namun, KPI belum juga mengumumkan hasil investigasi internal yang dilakukan atas kasus tersebut.

Wakil Ketua KPI Mulyo Hadi Purnomo menyatakan, pihaknya memang tak melakukan banyak upaya dalam menangani kasus perundungan dan pelecehan seksual ini.

Meski sudah membentuk tim investigasi internal dan menonaktifkan delapan terduga pelaku, KPI tetap menunggu sepenuhnya hasil penyelidikan kasus itu dari kepolisian.

"Proses di kepolisian, kami serahkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Kami ingin menyelesaikan kasus ini sesuai dengan jalur hukum yang berlaku di Indonesia," kata Mulyo, Rabu (15/9/2021).

"Jadi kami tidak melakukan banyak upaya ya," sambungnya.

Baca juga: KPI Bantah Berupaya Damaikan Korban dan Pelaku Pelecehan Seksual

Soal pengakuan korban MS yang pernah melaporkan kasus perundungan dan pelecehan yang ia alami ke salah satu atasannya, Mulyo mengatakan, hal itu juga menjadi kewenangan dari kepolisian untuk melakukan penyelidikan.

"Itu soal kepolisian yang nanti bisa mengungkap karena kami tidak bisa mendalami persoalan-persoalan yang demikian. Kami serahkan, kalau kami lakukan nanti membuat justifikasi benar atau salah. Biar kepolisian semuanya," kata dia.

Saat ditanya apa guna investigasi internal yang dilakukan KPI, Mulyo menjawab bahwa hal itu hanya bertujuan untuk kepentingan instansi.

Misalnya, apabila KPI ditanya oleh Komisi I DPR mengenai kasus pelecehan ini, maka sudah memiliki jawaban.

"Kalau kami sama sekali tidak tahu, kan rasanya aneh loh ini gimana sih diduga terjadi di KPI kok tidak bisa menyampaikan hal itu. Kan kami juga dilihat salah," kata Mulyo.

"Jadi informasi dasar sajalah yang kami gali, tapi proses dan detail lanjut berkaitan dengan pendalaman dan penyidikan terhadap kasus itu kami serahkan kepada kepolisian," sambungnya.

KPI hindari perundungan dari warga

Sekretaris KPI Umri juga menyatakan, pihaknya saat ini tengah menunggu proses hukum di kepolisian.

Untuk itu, Umri enggan berkomentar banyak saat ditanya detail kelanjutan penanganan kasus tersebut di internal.

Umri meminta media bersabar dan ikut menunggu proses hukum yang tengah berjalan di Polres Jakarta Pusat.

Baca juga: Tak Lakukan Banyak Upaya, KPI Serahkan Kasus Pelecehan Seksual Pegawai ke Polisi

Ia khawatir KPI akan terus menjadi sasaran perundungan oleh warganet jika banyak memberikan statement terkait kasus ini.

"Nanti deh karena ini sedang proses ya, ini sedang proses hukum, jadi saya mohon teman-teman semua untuk bersabar karena kami menghindari statement-statement dari netizen ya yang luar biasa ke kami," kata Umri.

Umri pun berharap proses penyelidikan dan penyidikan yang tengah berjalan di Polres Metro Jakarta Pusat bisa cepat rampung sehingga kasus ini menjadi terang benderang.

"Kami dari KPI menginginkan sekali proses ini selesai cepat lewat proses hukum, sehingga apa? Ketika itu berakhir dengan proses hukum jadi kita enggak ada yang benar atau salah, sumbernya dari situ," katanya.

Kuasa hukum korban protes

Kuasa hukum MS, Muhammad Mualimin, mempertanyakan alasan KPI harus menunggu proses hukum di kepolisian.

Mualimin menilai, investigasi internal di KPI dan proses hukum yang berjalan di kepolisian merupakan hal yang berbeda.

Proses di kepolisian berfokus pada pelecehan seksual yang dialami korban dan bertujuan untuk menjerat terduga pelaku secara pidana.

Sementara itu, proses internal di KPI bertujuan untuk membuktikan apakah benar ada pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai lewat aksi perundungan dan pelecehan seksual.

"Kalau investigasi internal itu kan di KPI, tidak perlu menunggu proses hukum. Jadi hasil investigasi sudah cukup digunakan memecat para terlapor kalau berdasarkan hasil investigasi itu terlapor dinyatakan bersalah," kata Mualimin.

Baca juga: Saat KPI Takut Dirundung Netizen dan Memilih Bungkam soal Kasus Pelecehan Seksual Pegawainya

Mualimin menambahkan, sejak awal, KPI sendiri yang mengumumkan adanya investigasi internal ke publik. Oleh karena itu, apa pun hasil dari investigasi itu harus dilaporkan kepada masyarakat.

"Apalagi KPI ini kan lembaga negara. Wajar saja apabila hasilnya disampaikan ke publik," katanya.

Mualimin menegaskan, MS selaku korban juga saat ini terus menunggu hasil penyelidikan internal yang dilakukan KPI.

"Kalau tak kunjung diumumkan kami malah bertanya-tanya ada apa ini," ujarnya.

Kronologi kasus pelecehan

Kasus pelecehan seksual dan perundungan di KPI mencuat setelah terduga korban MS membuat surat terbuka yang kemudian viral pada Rabu (1/9/2021) lalu.

MS dalam tulisan itu mengaku sudah menjadi korban perundungan oleh rekan kerjanya sejak bekerja di KPI pada 2012.

Lalu, pada 2015, ia dilecehkan secara seksual oleh lima orang rekan kerjanya.

MS mengaku sudah pernah melaporkan hal tersebut ke atasan dan Polsek Gambir pada 2019, tetapi laporannya tak pernah ditindaklanjuti.

Baca juga: Komnas HAM Akan Bandingkan Pernyataan Pimpinan KPI dan Korban Pelecehan

Setelah surat terbukanya viral, KPI dan Kepolisian baru bergerak mengusut kasus ini.

KPI langsung menonaktifkan delapan terduga pelaku pelecehan seksual dan perundungan terhadap MS untuk mempermudah investigasi internal.

Sementara itu, Polres Jakarta Pusat telah memeriksa lima terlapor yang disebut telah melakukan pelecehan seksual terhadap MS pada 2015.

Polres Jakarta Pusat juga melibatkan Propam untuk menyelidiki adanya dugaan pembiaran laporan yang pernah disampaikan MS ke Polsek Gambir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com