Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Bantargebang Bergumul dengan Bau Setiap Hari, Air Tanah pun Sudah Tercemar

Kompas.com - 21/09/2021, 18:58 WIB
Ivany Atina Arbi

Penulis

Sumber BBC

BEKASI, KOMPAS.com - Saat ini, ketinggian timbunan sampah di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, sudah mencapai batas maksimal.

Ketinggian sampah di area seluas 104 hektar itu sudah mencapai 50 meter. Setiap harinya, 7.400 ton sampah dikirim ke area tersebut, mayoritas datang dari Ibu Kota.

Gundukan sampah di TPST Bantargebang sudah menyerupai bukit kecil, sebagaimana yang terlihat dalam foto udara yang diambil fotografer Harian Kompas berikut.

Kondisi TPST Bantargebang yang kelebihan kapasitas menjadi perhatian banyak pihak. Hanya saja, kondisi masyarakat sekitar jarang tersentuh media.

Kali ini, pembaca akan disuguhkan realita yang terjadi pada warga yang tinggal di sekitar TPST Bantargebang, berdasarkan laporan yang dibuat BBC.com pada akhir 2018 lalu.

Baca juga: Saat Berbagai Tugu yang Dibangun Anies Tuai Polemik: Ujung-ujungnya Dibongkar dan Satu Mangkrak

Uang bau” tak sepadan dengan risiko yang dialami warga

Belum apa-apa, bau menyengat sudah keluar dari gundukan-gundukan sampah dan menyerang kawasan tempat tinggal warga di sekeliling TPST Bantargebang.

Meskipun terletak di Kota Bekasi, status tanah TPST BAntargebang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Pemprov DKI kemudian berkewajiban membayar kompensasi untuk ribuan keluarga yang tinggal di sekitar daerah Bantargebang sebagai ganti rugi dari dampak bau sampah.

'Uang bau,' begitu mereka menyebutnya, diterima setiap keluarga tiga bulan sekali dengan besaran Rp900.000. Artinya, tiap bulan, masing-masing keluarga mendapat jatah Rp300.000 sebagai ganti rugi dari dampak bau sampah Bantargebang.

Baca juga: Saat Anies Habiskan Ratusan Juta Rupiah untuk Tugu yang Ujung-ujungnya Dibongkar...

Meski telah mendapat dana kompensasi, sejumlah warga Bantargebang mengeluhkannya dan menyatakan uang yang mereka terima tak sebanding dengan apa yang mereka alami setiap hari.

"Belum cukup. Risikonya tuh besar, masalah kesehatan buat kitanya. Pokoknya belum cukup sepadan, takutnya kan ada kejadian longsor, banjir, apa gitu," tutur Elisa, seorang warga yang tinggal 300 meter dari titik pembuangan sampah Bantargebang.

Pemilik warung makan itu mengatakan, aroma sampah kerap tercium dari tempat ia berjualan. Demi mengompensasi hal tersebut, Elisa terpaksa harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli wangi-wangian dan disinfektan.

"Berhubung saya jual nasi kan kebersihannya harus ekstra. Makanan juga harus ditutup," lanjutnya.

Dia berharap, dana kompensasi bisa ditambah untuk dana kesehatan warga. 

Baca juga: Dulu Digembar-gemborkan, Pembangunan Tugu Sepeda Anies Baswedan Kini Mangkrak…

Seorang warga lain yang tinggal dekat TPST Bantargebang, Kaci, mengatakan ia kerap mengalami pusing dan sakit kepala karena menghirup udara yang sangat bau. Ia berharap, uang bau yang ada cukup untuk memfasilitasi kesehatan warga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dituduh Punya Senjata Api Ilegal, Warga Sumut Melapor ke Komnas HAM

Dituduh Punya Senjata Api Ilegal, Warga Sumut Melapor ke Komnas HAM

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Gratiskan Biaya Ubah Domisili Kendaraan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Pemprov DKI Bakal Gratiskan Biaya Ubah Domisili Kendaraan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Megapolitan
Amarah Pembunuh Wanita di Pulau Pari, Cekik Korban hingga Tewas karena Kesal Diminta Biaya Tambahan 'Open BO'

Amarah Pembunuh Wanita di Pulau Pari, Cekik Korban hingga Tewas karena Kesal Diminta Biaya Tambahan "Open BO"

Megapolitan
Akses Jalan Jembatan Bendung Katulampa Akan Ditutup Selama Perbaikan

Akses Jalan Jembatan Bendung Katulampa Akan Ditutup Selama Perbaikan

Megapolitan
Tidak Kunjung Laku, Rubicon Mario Dandy Bakal Dilelang Ulang dengan Harga Lebih Murah

Tidak Kunjung Laku, Rubicon Mario Dandy Bakal Dilelang Ulang dengan Harga Lebih Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Gunakan Wisma Atlet buat Tampung Warga Eks Kampung Bayam

Pemprov DKI Disarankan Gunakan Wisma Atlet buat Tampung Warga Eks Kampung Bayam

Megapolitan
Terlibat Tawuran, Dua Pelajar Dibacok di Jalan Raya Ancol Baru

Terlibat Tawuran, Dua Pelajar Dibacok di Jalan Raya Ancol Baru

Megapolitan
Potret Kemiskinan di Dekat Istana, Warga Tanah Tinggi Tidur Bergantian karena Sempitnya Hunian

Potret Kemiskinan di Dekat Istana, Warga Tanah Tinggi Tidur Bergantian karena Sempitnya Hunian

Megapolitan
Dinas SDA DKI Targetkan Waduk Rawa Malang di Cilincing Mulai Berfungsi Juli 2024

Dinas SDA DKI Targetkan Waduk Rawa Malang di Cilincing Mulai Berfungsi Juli 2024

Megapolitan
Pemprov DKI Teken 7 Kerja Sama Terkait Proyek MRT, Nilai Kontraknya Rp 11 Miliar

Pemprov DKI Teken 7 Kerja Sama Terkait Proyek MRT, Nilai Kontraknya Rp 11 Miliar

Megapolitan
Penampilan Tiktoker Galihloss Usai Jadi Tersangka, Berkepala Plontos dan Hanya Menunduk Minta Maaf

Penampilan Tiktoker Galihloss Usai Jadi Tersangka, Berkepala Plontos dan Hanya Menunduk Minta Maaf

Megapolitan
4 Pebisnis Judi 'Online' Bikin Aplikasi Sendiri lalu Raup Keuntungan hingga Rp 30 Miliar

4 Pebisnis Judi "Online" Bikin Aplikasi Sendiri lalu Raup Keuntungan hingga Rp 30 Miliar

Megapolitan
Remaja yang Tewas di Hotel Senopati Diduga Dicekoki Ekstasi dan Sabu Cair

Remaja yang Tewas di Hotel Senopati Diduga Dicekoki Ekstasi dan Sabu Cair

Megapolitan
Pintu Air Bendung Katulampa Jebol, Perbaikan Permanen Digarap Senin Depan

Pintu Air Bendung Katulampa Jebol, Perbaikan Permanen Digarap Senin Depan

Megapolitan
Masih Banyak Penganggur di Tanah Tinggi, Kawasan Kumuh Dekat Istana Negara

Masih Banyak Penganggur di Tanah Tinggi, Kawasan Kumuh Dekat Istana Negara

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com