Penggusuran di Bukit Duri dinilai tidak manusiawi dan tidak menghargai proses hukum yang sedang berjalan.
Sebab, sebagian warga Bukit Duri telah mengajukan gugatan class action pada 10 Mei 2016 setelah rumah mereka dipastikan akan digusur.
Warga menilai normalisasi sungai tidak memiliki dasar hukum sehingga tidak bisa dilanjutkan.
Baca juga: Resmikan Pembangunan Kampung Susun Cakung untuk Korban Penggusuran, Anies: Kota Ini Milik Semua...
Mereka yang digugat yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat casu quo (cq) Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat cq Direktorat Jenderal Bina Marga cq Dinas Pekerjaan Umum, Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Kemudian, Wali Kota Jakarta Selatan, Kepala Dinas Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi DKI Jakarta, Kepala Dinas Tata Air Provinsi DKI Jakarta, Kepala Dinas Perumahan Provinsi DKI Jakarta, Camat Tebet dan Lurah Bukit Duri.
Warga menuntut ganti rugi hingga Rp 1,07 triliun.
Selain gugatan class action, warga juga menempuh upaya hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Mereka menggugat surat peringatan penggusuran yang dikeluarkan Kepala Satpol PP Jakarta Selatan sebagai maladministrasi. Di tingkat pertama, PTUN memenangkan warga. Pemkot Jaksel kemudian mengajukan banding dan menang.
Proses hukum gugatan class action warga Bukit Duri terus diproses meski rumah mereka telah rata dengan tanah.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat baru memenangkan gugatan class action warga Bukit Duri pada 25 Oktober 2017.
Baca juga: Anies Sebut Kampung Susun Cakung Nantinya Akan Dikelola Penghuni