JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan awalnya menetapkan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 0,8 persen.
Namun, karena dinilai tidak sesuai rasa keadilan, UMP tersebut direvisi dan dinaikkan menjadi 5,1 persen.
Pada saat pertama kali menetapkan UMP, Anies berpedoman dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 yang salah satunya mengatur mengenai formula penghitungan kenaikan upah minimum.
Baca juga: Antara Pilpres 2024 dan Kebijakan Anies yang Revisi UMP DKI Jakarta...
PP tersebut merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Melalui beleid itu, penghitungan UMP sudah baku. Pintu negosiasi antara pengusaha, pemerintah, dan buruh, seperti yang selama ini dilakukan, otomatis tertutup.
Sebab, dalam menentukan UMP, data-data yang dipakai sebagai dasar penghitungan bersifat tunggal, yakni dari Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai lembaga berwenang.
Pemerintah daerah juga secara praktis kehilangan keleluasaan karena segalanya telah bersifat baku dari aturan yang diteken pemerintah pusat.
Sehingga jika dihitung berdasarkan formula tersebut UMP DKI Jakarta tahun 2022 sebesar Rp 4.453.935, naik Rp 37.749 atau sekitar 0,8 persen saja dibandingkan 2021.
Baca juga: Wagub DKI Sebut Pengusaha Sebelumnya Sudah Setuju soal Kenaikan UMP DKI 2022
Keputusan Anies itu pun menuai kritik dari para buruh. Buruh berulang kali menggelar aksi unjuk rasa di depan Balai Kota DKI sebagai bentuk protes.
Anies pun sempat menemui buruh yang berdemonstrasi di Balai Kota DKI Jakarta pada 29 November 2021.
Sambil duduk meleseh bersama massa buruh, Anies mengakui bahwa kenaikan UMP yang sudah ditetapkan di Jakarta sangatlah kecil.
Namun, Anies mengaku tidak bisa berbuat banyak karena hanya mengikuti aturan yang telah ditetapkan pemerintah pusat.
"Kami pun berpandangan ini angka yang terlalu kecil untuk buruh di Jakarta," ujar Anies.
Baca juga: UMP Jakarta Naik 5,1 Persen, Anggota DPRD: Anies Hanya Bikin Gaduh Tanpa Kepastian Hukum
Berupaya mencari solusi atas suara buruh, Anies pun menyurati Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Surat dengan nomor 533/-085.15 itu memuat beberapa poin yang intinya meminta Kemenaker kembali mengkaji kenaikan UMP dengan mempertimbangkan tingkat inflasi dan kenaikan rata-rata UMP per tahun.