Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Normalisasi Sungai di Era Anies yang Mandek, Berubah Jadi Gerebek Lumpur

Kompas.com - 02/02/2022, 10:38 WIB
Singgih Wiryono,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

Ida heran, dulu di masa kepemimpinan Gubernur Jokowi dan Ahok pembebasan lahan bisa berjalan.

Kini saat Anies menjabat, lahan tak kunjung dibebaskan dan mengakibatkan pada normalisasi yang mandek.

"Pemprov yang dulu bisa kok di tempat yang rawan yang kata orang enggak bisa dibongkar," ucap Ida, Desember 2021.

Salahkan curah hujan, tapi enggan kerjakan normalisasi

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sering kali melontarkan pernyataan bahwa peristiwa banjir Jakarta disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan kapasitas drainase yang kecil.

Terakhir, pada 19 Januari 2022, Anies menyebut banjir Jakarta disebabkan oleh curah hujan tinggi di atas 150 milimeter.

Dia mengatakan, wajar terjadi banjir karena kapasitas drainase Jakarta berkisar antara 50-100 milimeter.

"Curah hujan di atas 150 mm adalah kondisi ekstrem, kapasitas drainase di Jakarta berkisar antara 50-100 mm. Bila terjadi hujan di atas 100 mm per hari, pasti akan terjadi genangan banjir di Jakarta," ucap Anies.

Baca juga: Ironi Krisis Air di Jakarta Saat Banjir Tak Henti Melanda...

Pernyataan Anies seringkali jadi sorotan pengamat tata kota Universitas Trisakti Yayat Supriyatna. Dia menilai, cara Anies yang menargetkan banjir Jakarta tetap terjadi jika hujan ekstrem adalah salah.

Jakarta memiliki peluang untuk menghindari banjir tersebut bila drainase di tengah-tengah Ibu Kota bisa diperluas kapasitasnya.

"Tinggal hitung saja, sekarang kita ketahui curah hujannya curah hujan ekstrem, (sedangkan) kita tahu bahwa kapasitas tata air dan drainase kita (hanya menampung curah hujan normal). Ya jelaslah air itu akan melimpas ke mana-mana," ucap Yayat.

Dia menginginkan Anies serius menangani banjir Jakarta dan tidak lagi menyalahkan hujan ekstrem.

Saat ini yang harus dilakukan Jakarta, ucap Yayat, bukan menyalahkan air hujan turun terlalu banyak, melainkan mengerjakan antisipasi agar air hujan yang terlalu banyak itu bisa tidak melimpas.

Baca juga: Dukcapil Akan Layani Perbaikan Dokumen Kependudukan bagi Warga Terdampak Banjir di Tegal Alur

"Contoh di pemukiman yang hampir sepertiga kawasan kumuh padat. Lihat struktur rumah dan drainasenya, begitu hujan air melimpas ke jalanan dan di gang-gangnya, akhirnya jalan-jalan (berubah) jadi sungai," kata Yayat.

Salah satu cara menata drainase tak lain adalah melakukan normalisasi sungai.

Dengan normalisasi, sungai yang sebelumnya oleh penduduk yang mengurangi kapasitas angkut sungai bisa kembali berfungsi normal dan mencegah terjadinya banjir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com