JAKARTA, KOMPAS.com - Senin (11/4/2022) sore, seorang pria bernama Iskandarsyah tampak sedang beristirahat di sebuah ruangan beralas karpet biru di Jalan H Irin, Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Pria yang akrab disapa Iskandar itu adalah seorang pedagang nasi goreng yang biasa mangkal di kawasan Karang Tengah 1, Lebak Bulus.
Namun, sore itu ia bukan sedang istirahat di sela berjualan, melainkan tengah menunggu murid-muridnya datang.
Selain berjualan nasi goreng, pria asal Pemalang, Jawa Tengah, ini sudah 19 tahun mengajar mengaji di kawasan Lebak Bulus.
"Selama Ramadhan saya ini berhenti berdagang. Buat makan saya serahin ke Allah. Saya fokus ibadah, dan ini menunggu murid-murid untuk berbuka puasa bersama," kata Iskandar saat ditemui di tempatnya mengajar mengaji.
Baca juga: BPOM Jakarta Sebut 98 Persen Takjil di Benhil Aman Dikonsumsi
Iskandar mengajar mengaji di majelis yang didirikannya, sebuah bangunan semipermanen bercat putih dan hijau dengan ukiran kaligrafi.
Bangunan tempat Iskandar mengajar ini tak besar, ukurannya tak lebih dari 300 meter persegi yang dibagi menjadi beberapa ruangan.
Di pintu depan terdapat tulisan yayasan pendidikan Islam bernama "Assyafa'at" dan Madrasah Diniyah Al-Fawwaz.
Lokasinya berada di dalam gang, berhadapan langsung dengan rumah kontrakan yang dihuni Iskandar.
Iskandar mendirikan majelis tersebut di atas lahan kosong yang ia sewa.
"Ini saya sewa Rp 15 juta per tahun. Total murid ada 90 orang dan guru empat orang termasuk saya. Ada beberapa ruangan di sini yang digunakan secara bergantian," kata Iskandar.
Baca juga: Kuota Mudik Gratis bagi Warga Kota Tangerang Capai 1.200 Kursi, Diberangkatkan 150 Orang Per Hari
Sehari-hari Iskandar mengajar mengaji dan ilmu agama Islam kepada murid-murid di ruangan itu. Waktu mengajar dari pagi hingga sore, sebelum ia berdagang pada malam hari.
Ilmu yang diajarkan kepada para murid merupakan ilmu yang didapatkan Iskandar semasa muda. Ia merupakan lulusan pondok pesantren di wilayah Jawa Timur.
Selama mengajar, Iskandar tak pernah mematok bayaran. Ia menerima berapa saja uang yang diberikan oleh orangtua para muridnya yang bukan hanya warga setempat.
"Paling Rp 20.000, kadang ada juga yang tidak bayar. Saya hanya berpatokan untuk memberi ilmu agar kalau saya sudah tidak ada, tapi ada yang membekas dan ditinggal," kata Iskandar.