JAKARTA, KOMPAS.com - Perubahan nama jalan di DKI Jakarta dengan nama-nama tokoh Betawi memunculkan narasi penolakan dari sejumlah kalangan.
Salah satunya terjadi di kawasan Condet, Kramatjati, Jakarta Timur. Sejumlah warga memasang banner berisi penolakan pergantian nama Jalan Budaya yang diganti menjadi Jalan Entong Gendut.
Pantauan di lokasi, Kamis (30/6/2022) siang, banner tersebut bertuliskan,"KAMI WARGA JALAN BUDAYA MENOLAK KERAS PERUBAHAN NAMA JALAN!!!!!".
Banner itu dipasang di Jalan Entong Gendut, tepat di depan sebuah minimarket.
"Dipasang pukul 13.00 WIB, tepat pas ada mobil Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Jakarta Timur tiba di sini," ujar salah satu tukang parkir minimarket di lokasi.
Baca juga: Ketua DPRD DKI Pertanyakan Usulan Nama Jalan Ali Sadikin yang Belum Dieksekusi Anies
Kamal selaku ketua RT 004 RW 005 Cililitan, Kramatjati, menuturkan bahwa warga tidak dilibatkan dalam perubahan nama jalan itu.
Saat pelang nama jalan diganti, kata Kamal, tidak ada sosialisasi dari pemerintah kepada warga.
"Warga banyak yang mengeluh. Tidak ada pemberitahuan atau musyawarah. Ya rembuk warga gitu, minimal ke RT atau RW. Mereka tidak merembuk (ke warga), karena dampaknya besar," ujar Kamal, Rabu (22/6/2022).
Kamal mengaku, ia dan warga kaget begitu nama pelang jalan diganti.
"Ini tiba-tiba langsung saja disahkan. Sampai saat ini sepatah dua patah kata ke warga tidak ada, tahu-tahu terpasang saja nama jalan," ujar Kamal.
Baca juga: DPRD DKI Bakal Panggil Pencetus Nama 22 Jalan di Jakarta yang Diubah
Kamal menyebutkan, dokumen kependudukan seperti kartu tanda penduduk (KTP), surat izin mengemudi (SIM), hingga kartu keluarga (KK) ikut ganti imbas perubahan nama jalan itu.
"Itu butuh waktu dan biaya tentunya mengurus hal itu, karena bingung harus mengurus berkas tersebut," ujar Kamal.
Narasi penolakan juga muncul dari sejarawan JJ Rizal. Ia menyesalkan langkah Pemerintah Provinsi DKI yang menurut dia tidak cermat dalam memilih nama jalan yang diganti dengan nama tokoh betawi.
Sebagai contoh Jalan Warung Buncit di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, yang diganti dengan nama Jalan Hj. Tutty Alawiyah.
Padahal, JJ Rizal mengungkapkan bahwa penamaan nama Jalan Warung Buncit memiliki sejarah yang sarat akan keindahan dan toleransi antara masyarakat Betawi dan Tionghoa.
Kata Buncit berasal dari seorang tokoh Tionghoa yang dulu pernah tinggal di sana bernama Tan Boen Tjit.
Dikisahkan, Tan Boen Tjit adalah sosok pemilik usaha warung yang pemurah terhadap warga pribumi Jakarta.
Karena kemurahan hatinya, ia begitu dihargai hingga namanya pun diabadikan sebagai nama jalan.
"Jalan Warung Buncit Raya itu ada sejarah keindahan toleransi dan inklusivitas masyarakat Betawi. Mereka (warga Betawi) yang identik dengan Islam memberi nama daerah dengan jalannya nama seorang Tionghoa, Tan Boen Tjit," kata JJ Rizal dilansir dari Tribun Jakarta, Kamis (30/6/2022).
"Inilah toponimi Warung Buncit. Bukankah ini nilai sejarah budaya yang penting buat kekinian kita?" sambung dia.
JJ Rizal pun menegaskan, ia sebenarnya tak mempermasalahkan langkah Pemprov DKI mengabadikan para tokoh betawi sebagai nama jalan. Ia justru mendukung langkah itu.
"Sudah terlalu lama orang Betawi disingkirkan dan dilupakan di kampungnya sendiri yang menjadi ibu kota dan jantung pembangunan nasional. Padahal tokoh-tokohnya menyumbang dalam pergerakan nasional dan revolusi kemerdekaan serta menumbuhkan karya seni kreatif kerakyatan," kata JJ Rizal.
"Ini memang patut dihargai dan diberi ruang dalam kota agar memori masyarakat serta adat Betawi tidak tersingkir," ujarnya.
Namun, ia juga mengingatkan agar hal itu dilakukan dengan hati-hati dan tak menghapus begitu saja sejarah yang sudah ada.
"Persoalannya bukan pada nama tokohnya, meskipun ada tokoh yang belum jelas peran sejarahnya, tetapi pada kurangnya kehati-hatian dalam proses memilih tempat, menaruh nama-nama tokoh tersebut," kata JJ Rizal.
Baca juga: Warga Condet Tolak Pergantian Nama Jalan Budaya Jadi Jalan Entong Gendut
Oleh karena itu, riset atas nama-nama tokoh yang dijadikan nama jalan dan penempatan daerahnya menjadi sangat penting.
Begitu juga terkait sosialisasi nama jalan yang telah diubah, haruslah benar-benar sampai ke masyarakat.
Di sisi lain, JJ Rizal juga menggarisbawahi soal payung hukum penamaan jalan yang tercantum pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 2 tahaun 2021 tentang penyelenggaraan nama rupabumi.
Ia memperingatkan, jika aspek di atas tidak terpenuhi, perubahan nama jalan bisa berakibat bencana etnosentrisme.
Etnosentrisme adalah sebuah sikap atau pandangan yang membanggakan identitas diri dan kerap dibarengi dengan sikap meremehkan masyarakat atau budaya lain.
"Percuma jika asal taruh nama-nama tokoh Betawi yang sudah diriset itu malah berbalik menjadi kontroversi dan bahkan mencemar masyarakat Betawi dalam prasangka etnosentrisme," kata JJ Rizal.
Baca juga: Sejarah Jalan Warung Buncit yang Namanya Diganti Anies
Sementara itu, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menilai, pergantian 22 nama jalan di Jakarta tidak sah karena tidak melalui konsultasi dengan DPRD.
"Kita ngacu ke Pergubnya Pak Sutiyoso saja, Pergub Pak Sutiyoso kan jelas tuh mengatakan ini harus konsultasi kepada DPRD, nah kalo DPRD enggak diajak konsultasi terus dia (Gubernur DKI Anies Baswedan) tiba-tiba jalan sendiri kan enggak sah," kata Prasetyo di Kepulauan Seribu, Kamis (30/6/2022).
Prasetyo mengaku, selama ini juga tidak ada pemberitahuan tentang rencana perubahan 22 nama jalan di Ibu Kota.
Namun, ia tidak menampik bahwa saat Hari Ulang Tahun ke-494 Jakarta, DPRD sudah memberikan usulan mengenai nama jalan di Jakarta.
"Sebelum dilempar ke SKPD terkait, kasihan juga, saya cuma mikir jalan dari BI itu sampai ke Kebon Sirih nyebrang Thamrin itu kan diubah jadi Ali Sadikin," ujar Prasetyo.
"Itu dulu diusulkan di paripurna istimewa HUT Jakarta secara resmi di paripurna. Tiba-tiba yang nongol lain-lain. Enggak tahu lah saya, enggak bisa ngomong. Sebentar lagi dia purnawirawan," lanjut dia.
Di sisi lain, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tetap melanjutkan rencananya mengganti sejumlah nama jalan di Jakarta dengan nama tokoh-tokoh Betawi.
Meski demikian, Anies tidak membeberkan rencana perubahan nama jalan pada periode selanjutnya tersebut, termasuk waktu perubahan nama jalan.
"Tidak selesai di sini. Ini (pergantian 22 nama jalan) gelombang satu," kata Anies di Balai Kota, Senin (27/6/2022).
Anies mengungkapkan alasannya mengubah nama puluhan jalan di Jakarta dengan nama tokoh Betawi. Menurut Anies, hal tersebut bisa menunjukkan bahwa Jakarta memiliki banyak pahlawan.
"Ini adalah kota di mana perjuangan dilakukan, dan berkumpul begitu banyak pahlawan dan pribadi yang berjasa," kata Anies.
Anies mengatakan, perubahan nama jalan dengan nama tokoh Betawi juga merupakan bentuk penghormatan terhadap pahlawan yang telah gugur. Selain itu, langkah ini diharapkan bisa menginspirasi banyak orang.
"Kita menghormati, mengenang, dan memberi inspirasi dengan mengabadikannya menjadi nama jalan di Jakarta," kata Anies.
Anies menegaskan, perubahan 22 nama jalan di Jakarta tidak akan membebani masyarakat terdampak, termasuk soal biaya.
Ia mengimbau agar warga tidak perlu khawatir, karena perubahan nama jalan tidak lantas harus mengubah semua administrasi kependudukan dan kepemilikan.
Alamat kependudukan atau kepemilikan tanah misalnya, bisa diganti secara bertahap saat melakukan pergantian data atau bisa langsung dikerjakan setelah nama jalan resmi diubah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.