Proses yang terjadi adalah upaya membesarkan dan ikut berkontribusi dalam membesarkan. Bukan sebaliknya, pencaplokan terhadap budaya dengan mematenkannya.
Tanpa nama Citayam Fashion Week, Baim Wong atau siapa pun yang tertarik dalam mengembangkan dunia fesyen dan model, toh aktifitas itu tetap bisa dilakukan.
Sebab Citayam Fashion Week sebagai nama bukanlah rukun yang harus ada dalam dunia seni pertunjukan.
Citayam Fashion Week adalah nama atau sebutan terhadap budaya baru. Dengan memperlakukan Citayam Fashion Week sebagai budaya Indonesia yang lahir dari remaja, maka akan membuka ruang lahirnya budaya Citayam Fashion Week di seluruh Indonesia dengan semangat yang sama.
Hal ini berbeda dengan menjadikan Citayam Fashion Week sebagai brand industri. Alih-alih berkembang, ia justru terpusat pada satu orang saja karena sudah dipatenkan.
Seandainya tanpa nama Citayam Fashion Week niat baik itu harus terhenti dan gagal dieksekusi, itu berarti memang karena dan atas nama Citayam Fashion Week itulah tindakan mematenkan dilakukan. Sebab nama itu punya nilai jual, dan ekonomi. Di sinilah monopoli tersematkan.
Sebaliknya, jika tanpa nama Citayam Fashion Week atau dengan penggunaan nama lain aktifitas fesyen yang direncanakan tetap harus dilakukan sesuai rencana dengan melibatkan anak-anak SCBD, maka itulah wujud dari niat baik itu.
Aktivitas terakhir ini harus mendapat yang terhormat dan mulia sebagaimana niat baiknya.
Terakhir, kasus serupa yang dilakukan oleh Baim Wong atau yang lain, mesti menjadi pelajaran penting bagi dunia kebudayaan Indonesia masa depan.
Seni menembak di atas kuda ini tidak perlu dilestarikan dalam wilayah kebudayaan. Cukuplah seni menembak di atas kuda itu tercatat sebagai laku buruk politik Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.