Para jawara, ulama dan warga Betawi juga cikal bakal tentara nasional yang masih bayi bersatu padu menuruti pekik-imbauan si Bung Besar itu.
Pidato Bung Karno ini, yang kini tenar dikutip slogannya di dunia siber tentang kemandirian pangan —"Apabila Kebutuhan Pangan Rakyat Tidak Dipenuhi Maka Malapetaka Terjadi. Karena Itu Perlu Usaha Besar-Besaran, Radikal dan Revolusioner”.
Ujaran tersebut, dalam sejarah diulang dalam pidatonya yang esensinya menggelorakan semangat ketahanan pangan pada 27 April 1952 tatkala meresmikan Institut Pertanian Bogor.
Maka teks-teks yang provokatif dan revolusioner menyoal pidato Soekarno dan pertemuannya dengan Haji Darip serta Rapat Akbar di Klender membawa relevansi yang nyata dalam usia Republik ke-77 tahun.
Sudahkah para pemimpin kita memberi perhatian maksimal—ditengah ancaman kemungkinan gagal panen karena perubahan iklim ekstrem, krisis energi manca negara yang merembes ke Tanah Air, tidak stabilnya harga pangan lokal disebabkan kacaunya birokrasi distribusi yang menyebabkan wacana impor gandum dan beras serta hulunya adalah mengacaukan tata-kelola pangan nasional.
Selayaknya bulan suci-kebangsaan adalah momen tepat untuk berkaca diri. Yang terikat-erat dengan ketersediaan pangan, distribusinya yang merata dan adil.
Selain, peduli adanya upaya-upaya peningkatan keberagaman dan konsumsi pangan tak hanya pada gandum (mie) dan beras (nasi) saja.
Masihkah itu semua terpateri dalam janji profesi dan jabatan pun nurani?
Waktunya para seniman jalanan alias street artist turun kembali ke jalan, menorehkan kata demi kata, gambar demi gambar di tembok-tembok kota lagi.
Mengingat dan menyodorkan ulang kenangan Haji Darip dan cita-cita sang Proklamator, Bung Karno dengan janji suci-nya pada Republik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.