"Caloin saja sekali Rp 10.000. Kalau 10 kali 'kan cepek (Rp 100.000), kan lumayan tuh. Kami sempat bilang, 'Cobalah berhenti'. Mereka bilang, 'Ada enggak duduk-duduk aja dapat Rp 100.000?" kata Azwar.
Di era dekade 60 hingga 70-an, kampung lebih dikenal dengan sebutan Kirai-Gipang atau Gipang. Kala itu belum ada permukiman di wilayah Kampung Boncos.
Baru saat memasuki tahun 1980-an, daerah ini berubah menjadi lahan kosong yang dijadikan tempat pembuangan berangkal
Lambat laun, lahan kosong itu lalu diserbu para pemulung besi tua dan sampah daur ulang lainnya hingga menjadi sebuah perkampungan kumuh.
Baca juga: Berburu Bandar Narkoba di Kampung Boncos, Polisi Justru Temukan 100 Butir Peluru Aktif Senjata FN
Seiring berjalannya waktu, perkembangan Kota Jakarta semakin memancing pendatang ke ibu kota. Ini berimbas pada Kampung Boncos yang semakin ramai didatangi pendatang dari daerah-daerah lain.
Azwar kepada TribunJakarta.com, mengatakan, di awal tahun 2000, semakin banyak warga yang tinggal di wilayah ini.
“Mayoritas orang-orang yang mengontrak di lingkungan itu ialah kuli angkut di Pasar Tanah Abang hingga PSK (pekerja seks komersial). Ada juga warga negara asing, kebanyakan dari Afrika,” ujar Azwar.
Sejalan dengan semakin banyaknya pendatang dengan latar belakang beragam yang tinggal di Kampung Boncos, berbagai jenis narkoba pun mulai masuk ke permukiman ini.
“Dari tahun 2000-an itulah narkoba mulai masuk ke Kampung Boncos.Awalnya hanya ganja yang diperjual-belikan di wilayah ini secara sembunyi-sembunyi,” ujar Azwar yang sudah menetap di Kampung Boncos sejak tahun 1983.
Hingga akhirnya pada tahun 2002, saat heroin mulai populer di Indonesia, Kampung Boncos berubah menjadi lokasi peredaran narkoba secara terang-terangan.
"Itu orang jual beli narkoba sudah seperti jual kambing. Tidak ada malu-malunya, padahal mereka semua pendatang bukan warga asli sini," terang Azwar.
(Kompas: Dian Dewi Purnama Sari/Kompas.com:Mita Amalia Hapsari/TribunJakarta.com: Dwi Rizki)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.