Bondan mengatakan, salah satu upaya pengendalian pencemaran udara adalah mengampanyekan solusi nyata, yakni sepeda sebagai alat transportasi.
"Seharusnya, anggarannya bukan dinolkan. Justru harus ditambah bagaimana jalur sepeda yang belum terproteksi bisa di-upgrade menjadi jalur sepeda terproteksi," kata Bondan.
Baca juga: Benarkah Jalur Sepeda di Jakarta Tak Berfungsi seperti Klaim Anggota DPRD DKI?
Dengan demikian, Bondan menuturkan, minat publik untuk bermobilisasi menggunakan sepeda semakin terfasilitasi karena bersepeda di Jakarta menjadi aman.
"Nah, sekarang bagaimana mau mengajak publik untuk bersepeda dan menjanjikan kalau bersepeda itu aman apabila anggarannya saja dinolkan," tutur Bondan.
Sementara itu, pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Charlie Albajili mengatakan, Pemprov DKI mengingkari tujuan pembangunan kota berkelanjutan dengan menghentikan pembangunan jalur sepeda.
"Pemprov DKI mengingkari tujuan pembangunan kota berkelanjutan yang memprioritaskan transportasi umum," kata Charlie dalam keterangannya, Rabu kemarin.
Baca juga: Bukan Hapus Anggaran, Ini Solusi Jalur Sepeda yang “Tidak Steril” di Jakarta
Menurut Charlie, konsep ruang kota berbasis transit yang menjadikan transportasi umum sebagai tulang punggung telah termuat dalam rancangan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Jakarta 2040 dan penjabaran rencana detail tata ruang (RDTR) Jakarta 2022-2026.
Contohnya termuat dalam Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2022 tentang RDTR Pasal 1 Nomor 65 yang menyebutkan, "Jalur sepeda adalah bagian jalur yang memanjang, dengan atau tanpa marka jalan, yang memiliki lebar cukup untuk dilewati satu sepeda, selain sepeda motor".
Adapun pergub tersebut ditetapkan oleh gubernur saat itu, Anies Baswedan, pada Juni 2022.
"Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemprov perlu memprioritaskan anggaran untuk mempermudah mobilitas warga tidak lagi menggunakan kendaraan pribadi, seperti aksesibilitas transportasi umum hingga infrastruktur pendukung seperti pedestrian dan jalur sepeda," kata Charlie.
Baca juga: Dari TGUPP hingga Jalur Sepeda, Ini Warisan Anies yang Dihapus Heru Budi
Kedua, lanjut Charlie, Pemprov DKI menyimpang dari kewajiban pembangunan rendah karbon dan pengendalian polusi udara.
"Mendorong efektivitas transportasi umum dan mobilitas masyarakat yang rendah emisi karbon merupakan salah satu upaya menanggulangi masalah buruknya kualitas udara Jakarta," ujar Charlie.
Bahkan, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat nomor 374/Pdt.G/LH/2019/P dan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta nomor 549/PDT/2022/PT DKI telah menyatakan bahwa Pemprov DKI Jakarta melanggar hukum.
"Karena selama ini lalai dalam mengontrol pencemaran udara dan wajib melakukan serangkaian upaya pengendalian terhadap hal tersebut," tutur Charlie.
Charlie juga menilai, Pemprov DKI melanggar mandat rencana pembangunan daerah.
"Berdasarkan Inmendagri 70 Tahun 2021, penyusunan RKPD Pemprov DKI Jakarta harus berpedoman pada rencana pembangunan daerah (RPD) Jakarta 2023-2026 yang tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 25 Tahun 2022," kata Charlie.
Dalam RPD tersebut disebutkan bahwa transportasi umum akan menjadi tulang punggung bagi ruang kota Jakarta dan berpihak kemudahan perpindahan setiap warganya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.