Banyak rumah susun dibangun oleh pemerintah (pusat dan Pemprov DKI) dan pengembang swasta untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Namun penyediaan rumah susun itu, baik untuk disewa (rusunawa) maupun untuk dimiliki (rusunami), tidak dapat mengejar kebutuhan warga kota.
Akibatnya perkembangan kota menjalar ke wilayah-wilayah sekitar kota, terdorong oleh harga rumah tapak yang lebih murah di pinggir kota.
Ini fenomena yang cukup unik, karena umumnya kota-kota besar yang terkelola dengan baik tumbuh ke atas, bukan ke sekitarnya.
Yang menjadi masalah, permukiman di sebagian besar wilayah kota Jakarta menjadi penuh sesak. Rumah-rumah berhimpitan satu sama lain, jauh dari standar permukiman ideal.
Selain tidak sehat, juga rawan kebakaran. Tidak ada taman, air ledeng, dan sarana permukiman dasar lain.
Tentu saja Pemprov DKI dari waktu ke waktu tidak membiarkan kampung-kampung menjadi semakin sesak.
Untuk itu antara lain dibentuk Gugus Tugas Pelaksanaan Penataan Kampung dan Masyarakat (Pergub 878/2018) untuk mewujudkan kampung-kampung sehat sesuai Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (Perda 1/2014).
Beberapa kampung susun dibangun untuk menampung warga yang tergusur karena ada proyek pembangunan skala besar pemerintah.
Selain Kampung Susun Akuarium dan Kampung Susun Bayam, juga Kampung Susun Kunir dan Kampung Susun Bukit Duri.
Belajar dari pengalaman pembangunan kampung-kampung susun ini, dapat disimpulkan bahwa kunci keberhasilan program perbaikan kampung adalah adanya keterlibatan warga dalam perencanaan, pembiayaan dan pengelolaan kampung.
Dan di balik keterlibatan warga, ada pendampingan dari unsur masyarakat, seperti Koalisi Perumahan Gotong Royong yang dimotori oleh Rujak Center for Urban Studies dan Jaringan Rakyat Miskin Kota di Kampung Susun Akuarium.
Peran pendamping ini adalah mempertemukan kepentingan warga dengan kepentingan bisnis pengembang dan kebijakan pemerintah.
Di beberapa negara, seperti Jepang dan Korea Selatan, penataan kampung padat penduduk dilakukan dengan model konsolidasi tanah (land consolidation).
Beberapa rumah milik warga yang berdekatan dibongkar, kemudian dibangun rumah dua lantai atau lebih untuk setiap pemilik tanah, dengan luas lahan hunian yang lebih kecil.