"Bilang enggak perlu bantuan dan tamu. Maksud saya mau pendataan karena di sini perlu bantuan. Saya mau lihat identitas. Ini tahun 2020," kata Slamet.
Bantuan dalam bentuk pembersihan rumah pun ditolak oleh Eny. Demikian pula sebelum Eny dibawa ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Duren Sawit, kondisi rumah mereka tampak tak terurus dan terbengkalai.
"Walau mau bantu untuk bersihin rumah enggak dibolehin. Itu masalahnya. Tiko mau bersihin harus izin, tapi tetap enggak dibolehin," kata Slamet.
Meski ditolak oleh Eny, warga setempat tidak tinggal diam. Mereka tetap menyalurkan bantuan melalui anaknya, Tiko.
Slamet mengungkapkan, Eny hanya bersedia menerima sesuatu selama diberikan oleh Tiko. Oleh karena itu, bantuan pun disalurkan melalui Tiko.
Baca juga: Perjuangan Tiko Sejak Kecil Rawat Ibunya yang Depresi Seorang Diri
Ada beragam upaya dalam membantu Eny dan Tiko, salah satunya mengaktifkan kembali KTP Eny.
"Karena KTP di KK belum elektronik, makanya dari Pak RT (katanya) identitas harus dihidupkan. Tiko sudah KTP elektronik. Pas (KTP) sudah hidup, bantuan masuk," kata Slamet.
Upaya lain yang telah dilakukan adalah mempekerjakan Tiko sebagai petugas keamanan kompleks pada 2015.
Selanjutnya, Tiko juga mengambil paket C dan dikursuskan agar bisa mengendarai mobil.
"Pak RT bilang, bagaimana kewajiban kita. Makanya dipekerjakan sebagai keamanan, dan dikursuskan bawa mobil. Tetangga kadang pakai tenaga dia. Sekarang lagi paket C, itu lingkungan yang bantu," terang Slamet.
Adapun beragam upaya tersebut dilakukan agar Tiko memiliki penghasilan untuk membiayai Eny.
Seiring waktu, Eny semakin menutup diri dan tidak mengizinkan warga setempat mengunjungi rumahnya.
Meski demikian, ia masih sering ke warung untuk belanja kebutuhan sehari-hari, serta berinteraksi dengan warga.
Kader RW 002 Kelurahan Jatinegara, Ani, menceritakan keseharian Eny sebelum akhirnya menjalani perawatan di RSJ Duren Sawit.
Baca juga: Ibu Eny Penghuni Rumah Terbengkalai Berpakaian Kantoran Saat ke Warung, Harus Dipanggil Pakai Gelar
“Bu Eny suka belanja setiap pagi ke belakang beli obat nyamuk di warung, beli nasi, dan sayuran,” ujar dia.
Meski diduga mengalami depresi, Eny juga masih bisa berinteraksi dengan warga setempat. Hanya saja, interaksi dilakukan seperlunya saja.
Selain itu, Eny pun dikatakan kerap berbicara dengan diri sendiri ketika berbelanja ke warung.
"Ngobrol biasa aja, seperlunya. Cenderung tertutup bu Eny. Terkadang ngomong sendiri," ujar Ani.
Ada hal lain yang sering dilakukan oleh Eny dalam kehidupan sehari-harinya selain berbelanja ke warung, yakni mengenakan baju kantoran saat keluar rumah.
“Dia selalu bawa tas. Bajunya selalu rapi kayak orang kantoran, dan pakai sepatu tinggi,” terang Ani.
Menurut dia, pakaian ini tidak hanya digunakan saat Eny berbelanja kebutuhan sehari-hari seperti nasi dan sayuran sebelum dibawa ke RSJ Duren Sawit.
Eny juga menggunakan setelah itu saat membeli obat nyamuk bakar dan mengambil air dari rumah tetangga.
Baca juga: Eny Penghuni Rumah Terbengkalai Pernah Kirim Surat ke Tetangga, Isinya Ibu Haji, Saya Butuh Beras...
Terkait kebiasaan ini, Ani mengatakan ada kemungkinan karena Eny masih terbawa situasi ketika masih bekerja.