JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana menerapkan sistem jalan berbayar elektronik alias electronic road pricing (ERP).
Uraian sistem ERP itu tercantum dalam rancangan peraturan daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PLLE).
Pemprov DKI Jakarta diketahui telah menyusun Raperda PLLE sejak eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Direktur Lalu Lintas Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Sigit Irfansyah mengatakan secara konsep, Jakarta ingin mencontoh Singapura yang lebih dulu menerapkan hal tersebut.
"Kalau ditanya negara mana yang sudah menerapkan konsep itu (ERP), ya yang terdekat Singapura. Di beberapa ruasnya jalannya sudah melakukan itu (ERP)," katanya dihubungi Kompas.com, Selasa (10/1/2023).
Nantinya beberapa ruas jalan di DKI Jakarta akan mirip seperti kendaraan yang melintasi jalan tol, tetapi tidak menggunakan gerbang.
Dengan penerapan ERP ini, diharapkan kemacetan di DKI Jakarta akan berkurang karena warga beralih menggunakan transportasi umum.
Baca juga: Penerapan Jalan Berbayar Elektronik Perlu Uji Coba Dulu, Pakar: demi Menekan Penolakan Masyarakat
Namun, untuk pelaksanaan sistem berbayar elektronik tersebut masih menunggu pengesahan Raperda PLLE.
"Jadi, penerapan ERP ini diberlakukan di titik ruas jalan provinsi yang rasio kendaraannya selalu padat. Kalau ini diterapkan diharapkan bisa mengurangi angka kemacetan dan tentu saja masyarakat bisa switching ke transportasi umum," ucap Sigit.
Pengendara kendaraan bermotor atau kendaraan berbasis listrik akan dikenai tarif sebesar Rp 5.000-19.000 saat melewati jalan berbayar elektronik.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo berujar, besaran tarif ini masih sebatas usulan.
Dengan demikian, besaran tarif itu belum final hingga saat ini.
"Ada rincian kemarin, kalau enggak salah, di angka Rp 5.000-Rp 19.000. Akan di antara angka itu," tutur Syafrin melalui sambungan telepon, Selasa.
Baca juga: Pemprov DKI Akan Pungut Biaya di Sistem Jalan Berbayar, ke Mana Uang Itu Akan Digunakan?
Ia mengakui, besaran tarif tersebut masih berdasar formulasi yang dilakukan sebelum pandemi Covid-19.
Karena itu, menurut Syafrin, Dishub DKI Jakarta bakal menyesuaikan tarif tersebut usai peraturan berkait ERP yakni Raperda PLLE disahkan.
"Oleh sebab itu, setelah peraturan daerah itu terbentuk, kami melakukan terkait dengan itu (penyesuaian tarif ERP) sehingga sesuai dengan kondisi terkini," urai dia.
Tarif ERP tak akan dipukul rata baik untuk pengendara kendaraan bermotor atau kendaraan berbasis listrik.
Baca juga: Bapemperda DPRD DKI Disebut Sedang Bahas Raperda Jalan Berbayar Elektronik
Besaran tarif ERP akan disesuaikan dengan jenis hingga kategori kendaraan.
"Ada beberapa jenis kendaraan yang dibedakan. Ada kategori (seperti) mobil, angkutan umum, bus barang, itu ada perbedaan sesuai dengan klasifikasinya," tutur Syafrin.
Dalam Pasal 13 Ayat 1 Raperda PLLE disebutkan pengguna jalan yang melalui kawasan pengendalian lalu lintas secara elektronik dikenakan tarif layanan pengendalian lalu lintas secara elektronik.
Penetapan tarif layanan pengendalian lalu lintas secara elektronik memperhatikan sejumlah prinsip, seperti yang diatur dalam Pasal 14 Raperda PLLE.
Baca juga: Dishub DKI Fokus Tuntaskan Regulasi Sebelum Tetapkan Penerapan Jalan Berbayar Elektronik
Beberapa prinsip dalam Pasal 14 itu adalah berdasar jenis kendaraan bermotor dan kendaraan tertentu dengan menggunakan penggerak motor listrik, efektivitas pengendalian kemacetan lalu lintas, kinerja lalu lintas jalan, dan efektivitas perpindahan penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum.
Adapun penerimaan dari tarif layanan PLLE itu juga diatur dalam Raperda tersebut.
Berdasarkan bunyi pasal 17, penerimaan yang diperoleh dari tarif layanan PLLE itu akan dimanfaatkan untuk kepentingan publik.
Pada ayat 1 disebutkan, penerimaan dari layanan akan dimanfaatkan untuk biaya penyelenggaraan PLLE.
Baca juga: Jalan Berbayar di Jakarta Diusulkan Bertarif Rp 5.000-Rp 19.000