JAKARTA, KOMPAS.com - Pria berinisial LFS (31), seorang ASN di Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), kedapatan menganiaya D (33) yang merupakan pegawai honorer di divisi yang sama.
LFS dan D memang memiliki hubungan spesial. Keduanya telah menjalin asmara sejak 2021 silam.
Namun hubungan mereka retak pada awal Januari 2022. D memergoki LFS memiliki wanita idaman lain saat membuka tablet pribadinya.
LFS mati kutu usai kepergok D memiliki selingkuhan. LFS tidak bisa berkata-kata, ia bahkan sempat berusaha mengelak fakta tersebut.
LFS berusaha membungkam fakta yang ada dengan cara kekerasan. Ia menampar dan memukul D dengan cukup brutal.
Baca juga: Kuasa Hukum Korban yang Diduga Dianiaya ASN Kemendagri Minta Polisi Selidiki Ulang Kasus Kliennya
Akibatnya telinga kiri D mengalami pendarahan. D juga mengaku ada suara mendenging yang keluar pasca kejadian tersebut.
Puncaknya terjadi pada Februari 2022. D akhirnya memilih berpisah jalan dengan LFS usai mendapati sang pacar terus-menerus selingkuh.
Sayangnya niat D untuk mengakhiri hubungan langsung ditolak mentah-mentah oleh LFS. LFS yang tidak terima dengan keputusan tersebut akhirnya kembali menganiaya D untuk kesekian kali.
Penganiayaan itu akhirnya menimbulkan dampak negatif untuk D. Ia mengalami cacat permanen di telinga kiri.
Hal itu disebabkan karena LFS selalu memukul telinga kiri D dalam insiden penganiayaan tersebut.
Baca juga: Liciknya ASN Kemendagri yang Aniaya Pacar: Janji Tanggung Jawab, tetapi Malah Hilang
"Selama empat kali insiden penganiayaan, klien saya mengalami luka yang cukup parah pada peristiwa ketiga dan keempat. Kuping kirinya mengalami cacat permanen dan dokter mendiagnosa D mengalami tuli ringan," ujar kuasa hukum D, Stein Siahaan, kepada Kompas.com, Rabu (1/3/2023).
Stein mengungkapkan LFS tidak pernah memiliki niat baik untuk sekadar membantu pengobatan kliennya selama ini.
LFS bahkan dikabarkan menghilang dari aktivitas kesehariannya di Kemendagri. Batang hidungnya tidak pernah tampak di kantor tersebut.
Oleh karena itu, demi memenuhi hak-hak korban, Stein berencana mengirim surat ke Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
"Setelah hari ini, kami akan bersurat ke Mendagri Tito Karnavian langsung, kami akan CC ke dirjennya, supaya mereka mengawal atau memeriksa dari sisi internal," kata Stein.
Baca juga: ASN Kemendagri Empat Kali Aniaya Pacarnya hingga Tuli
D pernah melaporkan LSF ke polisi atas tindakan penganiayaan yang diterima.
Ia membuat laporan di Polres Metro Jakarta Pusat dengan Laporan Polisi nomor LP / B / 1088 / V / 2022 / SPKT / Polres Metro Jakpus / Polda Metro Jaya pada Mei 2022.
Sayangnya laporan tersebut tiba-tiba terhenti di tengah jalan usai LFS dengan segala bujuk rayunya meminta D untuk mencabut laporan.
LFS saat itu berjanji akan memperbaiki diri. LFS juga bersedia mengganti rugi biaya pengobatan D yang diketahui ditanggung secara pribadi oleh korban.
Akhirnya D mencabut laporan tersebut pada 10 Februari 2023 saat kasusnya masih dalam tahap penyelidikan.
Pihak kepolisian akhirnya mengabulkan pencabutan laporan usai D mengajukan restorative justice (RJ).
Baca juga: Kronologi ASN Kemendagri Diduga Aniaya Pacar Berulang Kali hingga Korban Tuli
Namun semenjak laporan tersebut dicabut oleh D, tidak ada itikad baik yang ditunjukkan LSF dalam kurun waktu hampir satu bulan ini.
Alhasil Stein berniat untuk menempuh jalur hukum kembali dengan meminta gelar perkara khusus ke Polda Metro Jaya.
"Kami juga meminta perlindungan hukum dan juga memohon untuk dilakukan gelar perkara khusus karena menurut hemat kami terlapor terbukti melakukan tindak pidana dan adanya kecacatan dalam SP2 Lidik yang dirilis 10 Februari 2023," papar dia.
Kecacatan dalam SP2 Lidik yang dimaksud oleh Stein adalah alasan utama pemberhentian penyelidikan yang tidak sesuai dengan fakta.
Dalam SP2 Lidik tersebut, kepolisian resmi menghentikan penyelidikan karena tidak cukup bukti.
"Kalau RJ, seharusnya alasan SP2 Lidik-nya itu bukan karena 'tidak cukup bukti'. Melainkan 'demi hukum'. Kalau pakai alasan itu bukan RJ namanya," papar Stein.
"RJ itu didasari atas dua hal. Pertama adanya perdamaian dan yang kedua adalah bukti pemenuhan hak korban. Hak yang dimaksud adalah penggantian uang biaya rumah sakit klien kami. Dan itu tidak kunjung ada titik terang. Jadi SP2 Lidik-nya tidak sah," imbuh Stein.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.