"Rumah warga yang semakin maju ke bantaran kali juga salah satu penyebab terjadinya banjir," papar Feri.
"Dulu di bantaran kali enggak ada permukiman. Masih jauh dari bantaran kali. Makin ke sini permukiman semakin dekat ke bantaran kali," imbuh dia.
Untuk mengantisipasi banjir separah 2007 silam, rata-rata rumah di Kebon Pala memilik dua hingga tiga tingkat.
Inilah yang membuat sebagian besar warga enggan mengungsi ketika kawasan itu terendam banjir hampir 2 meter pada Senin (27/2/2023) lalu.
Ia mengungkapkan, sebagian besar warga di RT 010 dan RT 011 di RW 05 memiliki rumah tiga tingkat.
Baca juga: Normalisasi Ciliwung Kerap Terhambat Lahan Bersertifikat Ganda, Apa Solusinya?
Sementara di RW 04, juga sering terdampak banjir dan letaknya bersebelahan dengan RW 05, ada RT 011 hingga RT 013 yang warganya memiliki rumah tiga tingkat.
"Patokannya kalau semua rumah lantai dua itu kebanjiran semua, pasti keluar (mengungsi)," kata Feri.
Namun, ada pula yang bertahan, terutama mereka yang tinggal di rumah tiga tingkat.
Feri mengatakan bahwa warganya menginginkan kehidupan yang sejahtera dan bebas banjir.
Mereka memang sudah terbiasa dengan banjir, terutama warga yang lahir dan besar di sana. Namun, bukan berarti mereka menikmatinya.
"Kebanyakan orang lama udah ngerasain enggak enaknya kena banjir gimana. Tapi lama-lama capek kena banjir terus. Kasian juga banyak anak-anak kecil," jelas dia.
Selain itu, warga pun sudah lelah dengan kondisi rumah yang selalu lembap selama musim banjir.
Sebab, dinding rumah belum tentu kering dalam sepekan, terutama ketika musim hujan.
"Rumah jadi lembap kalau habis banjir begini. Seminggu abis banjir belum tentu kering, apalagi sekarang hujan terus," kata Feri.
Presiden Joko Widodo memberikan tenggat waktu dua tahun untuk merampungkan program normalisasi Kali Ciliwung.