JAKARTA, KOMPAS.com - Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada UGM), Andreas Budi Widyanta, menilai tawuran yang melibatkan remaja saat bulan Ramadhan, didorong karena banyaknya waktu luang.
Menurut pria yang akrab disapa Abe ini, ada aspek sosiolgi massa yang berkaitan dengan kerumunan atau perkumpulan.
"Karena ini bulan puasa, ada waktu libur dan banyak waktu luang. Waktu luang itu hal yang menyenangkan untuk diri sendiri. Kerumunan masa yang memungkinkan sekali untuk jadi gesekan di antara mereka," kata Abe saat dihubungi, Senin (27/3/2023).
"Ini karena ada ruang waktu pas libur Ramadhan. Bukan karena soal Ramadhannya, tapi liburnya. Ada waktu luangnya," tambah Abe.
Baca juga: Marak Tawuran Remaja Saat Ramadhan, Sosiolog: Matinya Pendidikan Karakter
Menurut Abe, remaja memiliki agresifitas yang tinggi. Mereka adalah anak-anak yang baru tumbuh dewasa dengan rasa ingin tahu besar.
Selain itu motif dari tawuran juga diduga karena eksistensi antarkelompok dengan rasa solidaritas dan juga loyalitas.
"Mereka ini punya loyalitas dengan kelompok dengan identitas identitas tertentu yang diusung bersama. Maka ketika terjadi kerumuman menjadi peluang munculnya gesekan sosial," ucap Abe.
Aksi tawuran yang dilakukan para remaja juga tak terlepas dari media sosial.
Abe menilai, para pelaku tawuran itu bisa saja sebelumnya saling komunikasi, mengejek, atau berjanjian di media sosial.
Baca juga: Polisi Bekuk Dua Pelaku yang Diduga Bacok Pria hingga Tewas Saat Tawuran di Pasar Gili Palmerah
"Itu karena didorong oleh agresifitas. Dimulai ejekan tertentu, menjelekan dan menstigma. maka itu sudah bisa dipastikan psikologi remaja itu mudah meledak," kata Abe.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.