Ia menjawab seluruh pertanyaan yang dilontarkan petugas dengan suara tegas.
Akan tetapi, saat petugas mulai menurunkan kerah pada bagian belakang kaus Lutfi, ia mulai gugup. Dahinya mengerut. Sesekali, Lutfi melipat bibirnya.
Tidak lama, petugas mulai menyalakan laser bercahaya kuning. Lutfi pun langsung meringis kesakitan dan mengepalkan kedua tangannya.
Ia berupaya keras untuk menahan rasa sakit saat proses penghapusan tato. Ia hampir terus memejamkan mata selama tatonya dihapus.
Baca juga: Kegiatan Hapus Tato Gratis di Kantor Wali Kota Jaktim Akan Tambah Kuota Peserta
Ketika ada yang menanyakan sesuatu kepada Lutfi, ia hanya bisa menjawab dengan erangan. Sesekali, suaranya keluar untuk mengucapkan beberapa kalimat secara terbata-bata.
Terkadang, Lutfi hanya bisa mengangguk. Ekspresinya masih menunjukkan rasa sakit. Keringat semakin mengucur deras.
Lutfi mengungkapkan, kegiatan menghapus tato membuatnya harus berpikir ulang untuk melakukannya kembali.
"Jadi mikir untuk yang kedua dan ketiga kali karena sakitnya kayak kena api, kayak dibakar," kata Lutfi.
Penghapusan tato dilakukan menggunakan laser. Inilah yang membuatnya merasakan sensasi terbakar laiknya ada seseorang yang mengarahkan pemantik api ke kulitnya.
"Sakitnya kayak kena api, sakit banget. Dibanding sama bikin tato, lebih sakit lima kali lipat yang proses penghapusan," sambung Lutfi.
Dede dan Lutfi mengatakan, setelah proses penghapusan tato, mereka dibawa menuju meja lainnya.
Di sana, mereka diberi tahu seputar cara menjaga spot tato yang baru dihapus agar tidak luka. Sambil diberi informasi itu, spot tato mereka dioleskan salep dan ditutup kain kasa.
"Tadi juga dikasih tahu enggak boleh mandi sekitar sehari. Tapi setelah enam atau delapan jam, kain kasa (yang menutupi tato) bisa dilepas," jelas Lutfi.
"Dikasih tahu juga penanganan supaya enggak luka, katanya yang penting jangan kena sabun selama tiga hari," imbuh dia.
Setelah itu, mereka sama-sama diberi salep untuk dibawa pulang.
Baca juga: Warga Hapus Tato Gratis agar Tak Lagi Dipandang Sebelah Mata