Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepotong Kisah Hidup Yulyanti: Suami Kecelakaan dan Dipecat, BPJS Tak Cair, Kini Jadi PKL di Ancol

Kompas.com - 05/05/2023, 06:05 WIB
Baharudin Al Farisi,
Jessi Carina

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang pedagang kaki lima (PKL) bernama Yulyanti (43) menceritakan sepotong kisah hidup tentang pekerjaan yang digelutinya 8 bulan terakhir ini.

Di balik pekerjaannya ini, Yulyanti berjuang menyambung hidup dalam kondisi suami, S (50) yang sedang masa pemulihan akibat kecelakaan dan anak semata wayang yang tengah mengenyam pendidikan di salah satu universitas.

Pengalaman pahit yang dirasakan warga RT 004/RW 011, Pademangan Barat, Pademangan, Jakarta Utara ini membuatnya tidak kuasa menahan air mata. Sebab, nasib malang ini menimpanya secara bertubi-tubi.

Baca juga: Suami Kecelakaan lalu Dipecat, PKL di Ancol Kaget Tidak Bisa Cairkan BPJS Ketenagakerjaan

 

Suami kecelakaan

Sebelum S mengalami kecelakaan tunggal di wilayah Penjaringan, Jakarta Utara pada September 2021, ekonomi keluarga Yulyanti terbilang berkecukupan.

Gaji senilai Rp 6,7 juta yang diterima S sebagai petugas Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta membuat mereka tersenyum lebar.

Apalagi, sambil menyambi status sebagai ibu rumah tangga (IRT), Yulyanti membuka warung sembako di rumahnya untuk uang tambah sehari-hari.

Namun suatu malam sekitar pukul 20.00 WIB, S mengalami kecelakaan tunggal usai menghindari wanita paruh baya yang hendak menyebrang.

Kendaraan roda dua yang dikendarai pendamping hidup Yulyanti ini menabrak trotoar jalan. Akibatnya, S dilarikan ke rumah sakit dan pemasangan pen pada kakinya pun terjadi.

Baca juga: Tangis Yulyanti PKL di Ancol, Pendapatan Bersih Hanya Rp 50.000 Per Hari

"Parah (kecelakaannya). Ini kan patah, keluar (tulangnya karena) jatuh ke aspal. Jadi patah gitu (kakinya)," ungkap Yulyanti kepada Kompas.com pada Rabu (3/5/2023).

 

Bangkrut

Beruntung, biaya operasi suaminya ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Namun, dia harus merogoh kantong pribadi lebih dalam untuk biaya perawatan lainnya. Akibatnya, usaha warung sembakonya bangkrut.

"Ya namanya rumah sakit, kan habis-habisan. Terus, di rumah (warung sembako) juga terbengkalai, ditinggal berobat, akhirnya bangkrut. Kan orang ada juga kebanyakan ambil (utang), ya habis, lama-lama enggak ada modal," ujar Yulyanti.

 

Suami dipecat

Pada Desember 2021, kontrak kerja S yang statusnya sebagai pekerja harian lepas ini habis. Kontrak kerjanya tak diperpanjang setelah ia melihat namanya tidak masuk ke dalam daftar.

Yulyanti dan suami sempat mendatangi Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta untuk meminta kepastian.

Baca juga: Cerita Yulyanti PKL di Ancol, Kerap Tak Hasilkan Uang Saat Hujan, tapi Bersyukur Masih Bisa Berbagi

"Alasannya 'ya sudah, digantikan saja sama istrinya'. Giliran saya sudah mengajukan, alasan dia enggak butuh perempuan. Kan ngeselin. Ya maksud saya, jangan dipermainkan. Kalau memang enggak bisa, ya sudah enggak bisa. Jangan dibikin PHP," kata Yulyanti.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com