JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang pedagang kaki lima (PKL) bernama Yulyanti (43) menceritakan sepotong kisah hidup tentang pekerjaan yang digelutinya 8 bulan terakhir ini.
Di balik pekerjaannya ini, Yulyanti berjuang menyambung hidup dalam kondisi suami, S (50) yang sedang masa pemulihan akibat kecelakaan dan anak semata wayang yang tengah mengenyam pendidikan di salah satu universitas.
Pengalaman pahit yang dirasakan warga RT 004/RW 011, Pademangan Barat, Pademangan, Jakarta Utara ini membuatnya tidak kuasa menahan air mata. Sebab, nasib malang ini menimpanya secara bertubi-tubi.
Baca juga: Suami Kecelakaan lalu Dipecat, PKL di Ancol Kaget Tidak Bisa Cairkan BPJS Ketenagakerjaan
Sebelum S mengalami kecelakaan tunggal di wilayah Penjaringan, Jakarta Utara pada September 2021, ekonomi keluarga Yulyanti terbilang berkecukupan.
Gaji senilai Rp 6,7 juta yang diterima S sebagai petugas Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta membuat mereka tersenyum lebar.
Apalagi, sambil menyambi status sebagai ibu rumah tangga (IRT), Yulyanti membuka warung sembako di rumahnya untuk uang tambah sehari-hari.
Namun suatu malam sekitar pukul 20.00 WIB, S mengalami kecelakaan tunggal usai menghindari wanita paruh baya yang hendak menyebrang.
Kendaraan roda dua yang dikendarai pendamping hidup Yulyanti ini menabrak trotoar jalan. Akibatnya, S dilarikan ke rumah sakit dan pemasangan pen pada kakinya pun terjadi.
Baca juga: Tangis Yulyanti PKL di Ancol, Pendapatan Bersih Hanya Rp 50.000 Per Hari
"Parah (kecelakaannya). Ini kan patah, keluar (tulangnya karena) jatuh ke aspal. Jadi patah gitu (kakinya)," ungkap Yulyanti kepada Kompas.com pada Rabu (3/5/2023).
Beruntung, biaya operasi suaminya ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Namun, dia harus merogoh kantong pribadi lebih dalam untuk biaya perawatan lainnya. Akibatnya, usaha warung sembakonya bangkrut.
"Ya namanya rumah sakit, kan habis-habisan. Terus, di rumah (warung sembako) juga terbengkalai, ditinggal berobat, akhirnya bangkrut. Kan orang ada juga kebanyakan ambil (utang), ya habis, lama-lama enggak ada modal," ujar Yulyanti.
Pada Desember 2021, kontrak kerja S yang statusnya sebagai pekerja harian lepas ini habis. Kontrak kerjanya tak diperpanjang setelah ia melihat namanya tidak masuk ke dalam daftar.
Yulyanti dan suami sempat mendatangi Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta untuk meminta kepastian.
Baca juga: Cerita Yulyanti PKL di Ancol, Kerap Tak Hasilkan Uang Saat Hujan, tapi Bersyukur Masih Bisa Berbagi
"Alasannya 'ya sudah, digantikan saja sama istrinya'. Giliran saya sudah mengajukan, alasan dia enggak butuh perempuan. Kan ngeselin. Ya maksud saya, jangan dipermainkan. Kalau memang enggak bisa, ya sudah enggak bisa. Jangan dibikin PHP," kata Yulyanti.
Ia tidak mengetahui pasti alasan kontrak kerja S tidak diperpanjang. Tetapi, dia menduga hal ini dikarenakan kondisi suami usai mengalami kecelakaan.
"Jawabannya begitu. 'Saya itu dong kalau mempekerjakan orang sakit? Saya tega dong?', 'terus bagaimana? Kan saya juga butuh uang untuk biaya hidup. Apalagi kan saya dua-duanya enggak kerja', 'ya sudah, nanti kalau sudah sehat', katanya begitu," tutur Yulyanti.
Berangkat dari pernyataan tersebut, suami Yulyanti sempat kembali melamar sebagai petugas UPK Badan Air. Tetapi, nyatanya ditolak.
"Dijanjikan begitu. Tapi pas giliran kita melamar lagi, alasannya sudah cacat. Sudah enggak bisa lagi. Apa enggak sadis?" ucap Yulyanti.
Yulyanti hanya bisa gigit jari. Peluang satu-satunya adalah mencairkan BPJS Ketenagakerjaan milik suaminya setelah 7 tahun terakhir bekerja sebagai petugas BPJS Ketenagakerjaan.
Katanya, hitung-hitung bisa menutupi biaya berobat S. Tetapi, harapan Yulyanti sirna begitu saja setelah mengetahui BPJS Ketenagakerjaan suaminya tidak bisa dicairkan.
"Iya (enggak bisa cair). Kan BPJS ketenagakerjaan kan dapat kartu. Cuma pas kita print, enggak ada, 0. Kata pihak sananya, katanya enggak disetorin dari kantor," ungkap Yulyanti.
Sudah jatuh, tertimpa tangga. Begitu peribahasa yang diucapkan Yulyanti saat berbincang dengan Kompas.com.
Yulyanti pada saat itu tidak bisa berbuat banyak. Dia hanya bisa memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar memberikan kemurahan hati-Nya.
Setelah mendapatkan saran dari salah satu tetangganya, Yulyanti memutuskan menjual minuman saset seduh di pinggir jalan Jalan RE Martadinata, dekat Gerbang Tol Ancol Timur, Pademangan, Jakarta Utara.
Meski mencari uang ditemani bising deru kendaraan, Yulyanti tetap semringah melayani pembeli yang kehausan akibat teriknya matahari.
Pakaian yang dikenakan Yulyanti tidak neko-neko. Ia hanya mengenakan kaus putih lengan panjang dan kerudung hitam yang warnanya senada dengan celana panjangnya.
Tidak lupa, Yulyanti memakai tas kecil berwarna coklat muda yang diselempangkan di bahu kirinya untuk mengantongi uang hasil jualan minuman saset berbagai merek.
"Tetap nyaman menjalani, walau awalnya terpaksa untuk sambi hidup," pungkas Yulyanti sambil tersenyum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.