Sebab, selama ini barang bukti narkoba kerap disimpan di Satuan Tahanan dan Barang Bukti (Tahti) kepolisian.
Jadi, apabila nanti terjadi penyalahgunaan, maka polisi dapat memperkarakan pihak lembaga yang melakukannya.
Baca juga: Berkaca pada Kasus Teddy Minahasa, Polri Harus Perketat Pengawasan Barang Bukti Narkoba
Budaya relasi antara senior-junior atau pimpinan-bawahan dinilai sangat terasa dalam kasus peredaran narkoba jenis sabu oleh Teddy Minahasa bersama sejumlah anak buahnya.
Ketua Indonesian Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menilai keberadaan unsur relasi kuasa tidak dapat sepenuhnya dikesampingkan dalam kasus narkoba tersebut.
Relasi ini sudah terbentuk sejak para anggota mengenyam pendidikan di akademi. Hubungan ini terbentuk dengan maksud baik, yakni saling membantu antara senior dan junior.
Namun, relasi tersebut acapkali berubah ketika para anggota berada dalam satuan kerja. Junior atau bawahan cenderung tak berani menolak perintah senior yang menyimpang, karena khawatir tersingkirkan.
Baca juga: Kompolnas: Teddy Minahasa Sangat Berbahaya, Rekayasa Pemusnahan lalu Edarkan Ulang Sabu
Kendati demikian, kata Sugeng, adanya perintah yang melanggar hukum dalam budaya relasi atasan bawahan atau senior junior itu sebetulnyna sudah cukup diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian RI nomor 7 tahun 2022.
"Bahwa perintah dari atasan, yang dinilai melanggar hukum, wajib ditolak," ucap Sugeng.
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), Teddy Minahasa terbukti bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan seberat lebih dari 5 kilogram dari Mapolres Bukittinggi.
Baca juga: Divonis Bersalah dalam Kasus Narkoba, Teddy Minahasa dkk Belum Dipecat dari Polri
Dalam persidangan terungkap bahwa Teddy meminta AKBP Dody mengambil sabu itu lalu menggantinya dengan tawas. Awalnya, Dody sempat menolak.
Namun, pada akhirnya Dody menyanggupi permintaan Teddy. Dody kemudian memberikan sabu tersebut kepada Linda.
Setelah itu, Linda menyerahkan sabu tersebut kepada Kasranto untuk kemudian dijual kepada bandar narkoba. Penjualan dilakukan melalui terdakwa Janto Situmorang dan Muhamad Nasir.
Salah satu pembeli sabu itu ialah bandar narkoba asal Kampung Bahari bernama Alex Bonpis. Total ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa.
Baca juga: Beda Sikap Teddy Minahasa dan Dody Tanggapi Vonis Hakim, Satu Tersenyum dan Lainnya Berteriak
Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
Teddy dan para terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
(Penulis : Tria Sutrisna, Zintan Prihatini | Editor : Irfan Maullana, Jessi Carina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.