Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Heri Hartanto Korban Tragedi Trisakti, Awalnya Ingin Kuliah di UI...

Kompas.com - 19/05/2023, 11:33 WIB
Rizky Syahrial,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ibunda Heri Hartanto korban Tragedi Trisakti 1998, Lasmiati (64), bercerita bahwa sang anak sempat ingin kuliah di Universitas Indonesia (UI).

Heri awalnya memilih jenjang S-1 UI jurusan teknik mesin. Namun, ia gagal karena kuota sudah penuh.

Tak habis akal, Heri akhirnya memilih jenjang D-3 dengan jurusan yang sama di UI. Namun, Lasmiati melarang Heri. Lasmiati ingin Heri kuliah di Universitas Trisakti.

"Waktu dia lulus SMA, dia kan bilang, 'Aku mau ambil di UI saja', terus dia enggak dapat S-1 jurusan teknik mesin, akhirnya mau ambil D-3, saya bilang, 'Mama enggak mau, kamu harus kuliah di Trisakti, terserah ambil jurusan apa'. Akhirnya dia menurut," ucap Lasmiati saat ditemui Kompas.com di kediamannya, kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu (17/5/2023).

Baca juga: Sepenggal Kisah tentang Heri Korban Tragedi Trisakti, Suka Balap Mobil dan Sepak Bola

Saat itu, Heri dengan Lasmiati berdebat. Heri masih tetap teguh dengan pendiriannya untuk berkuliah di UI.

Kebetulan teman dekat Heri sekaligus tetangganya saat itu mengambil jurusan teknik mesin jenjang D-3 di UI. Hal itu menjadi salah satu alasan Heri mengambil jurusan yang sama.

"Saya enggak tahu kenapa dia enggak mau di Trisakti tadinya, dia kekeh mau ambil UI. 'Aku enggak apa ambil D3, Ma'. Saya jawab, 'Kamu harus ambil insinyur, S-1, atau apa'. Dia beneran enggak mau tadinya," ucap Lasmiati sambil menangis.

Lasmiati menuturkan, ia meminta Heri kuliah di Trisakti semata-mata karena ingin Heri langsung mengambil program S-1.

"Saya enggak ngerti kenapa maksa dia kuliah di Trisakti. Maksud saya, kenapa kuliah cuma sampai D-3, nanti lanjut lagi ribet. Saya inginnya langsung S-1 sampai setinggi-tingginya. Dia maunya ambil D-3 itu," tutur Lasmiati.

Baca juga: Mengenang Heri Hartanto Korban Tragedi Trisakti, Sosok Perhatian dan Pekerja Keras

Namun, Heri terlihat tidak ingin berdebat lebih jauh saat itu. Heri memilih patuh dengan pilihan ibunya.

"Dia terima saja. Anaknya patuh sama saya, enggak pernah bantah, benar-benar penurut," ucap Lasmiati.

Heri juga sempat ditawari masuk Angkatan Darat oleh ayahnya, tetapi ia menolak dan tetap ingin kuliah jurusan teknik mesin.

Akhirnya Heri berkuliah di Trisakti pada 1995 dengan jurusan pilihannya, teknik mesin.

Baca juga: Mobil Sedan Heri Korban Tragedi Trisakti yang Jadi Kenang-kenangan Ibunda...

Lasmiati mengatakan, Heri mengambil jurusan itu karena setiap hari kerap berurusan dengan mesin kendaraan bermotor.

Saat itu, Lasmiati mempunyai usaha bengkel mobil. Heri akhirnya ingin mengasah kemampuannya lebih dalam mengenai mesin mobil.

"Kebetulan saat itu saya punya usaha bengkel mobil. Jadi dia mungkin ingin tahu lebih banyak soal mobil dan lain-lain," jelas Lasmiati.

"Itu alasannya mungkin, dia hobi gemar sama mobil juga karena usaha saya. Posisinya juga anak pertama laki-laki yang harus jadi contoh untuk adik-adiknya," imbuh Lasmiati.

Baca juga: Heri Hartanto Sempat Dilarang Ikut Demo Sebelum Tewas Tertembak di Kampus Trisakti

Namun, belum lulus dari Trisakti, Heri meninggal di umur 21 tahun. Saat itu, Heri merupakan mahasiswa semester enam.

Heri Hartanto adalah satu dari empat mahasiswa Trisakti yang tewas dalam Tragedi Trisakti 12 Mei 1998.

Tiga mahasiswa lain yang menjadi korban, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, dan Hendrawan Sie.

Mereka tewas tertembak di dalam kampus saat mengikuti demonstrasi yang menuntut turunnya Soeharto dari jabatan presiden.

Kekejaman aparat dalam meredakan demonstrasi para aktivis waktu itu mendapat sorotan. Kejadian tersebut membuat perlawanan mahasiswa dalam menuntut reformasi semakin besar.

Baca juga: Cerita Lasmiati Izinkan Militer Gali Kubur Heri Korban Tragedi Trisakti: Saya Pikir Mau Cari Keadilan...

Puncaknya, pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto resmi mengundurkan diri dari jabatannya, serta menandai akhir dari rezim Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun.

Pada 2001, Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM) yang dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyimpulkan, dari bukti-bukti permulaan yang cukup, telah terjadi pelanggaran berat HAM dalam peristiwa Trisakti dan beberapa peristiwa lainnya.

Hasil penyelidikan Komnas HAM juga disampaikan kepada Kejaksaan Agung supaya segera diselidiki pada April 2002. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada titik terang.

Pengadilan Militer untuk kasus Trisakti yang digelar pada 1998 menjatuhkan putusan kepada enam orang perwira pertama Polri. Akan tetapi, para komandan sampai saat ini tetap tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BNN Ungkap Lima Kasus Peredaran Narkoba, Salah Satunya Kampus di Jaktim

BNN Ungkap Lima Kasus Peredaran Narkoba, Salah Satunya Kampus di Jaktim

Megapolitan
Antisipasi Percobaan Bunuh Diri Berulang, KPAI Minta Guru SMP di Tebet Deteksi Dini

Antisipasi Percobaan Bunuh Diri Berulang, KPAI Minta Guru SMP di Tebet Deteksi Dini

Megapolitan
Bus Transjakarta Bisa Dilacak 'Real Time' di Google Maps, Dirut Sebut untuk Tingkatkan Layanan

Bus Transjakarta Bisa Dilacak "Real Time" di Google Maps, Dirut Sebut untuk Tingkatkan Layanan

Megapolitan
Kampung Susun Bayam Dikepung, Kuasa Hukum Warga KSB Adu Argumen dengan Belasan Sekuriti

Kampung Susun Bayam Dikepung, Kuasa Hukum Warga KSB Adu Argumen dengan Belasan Sekuriti

Megapolitan
Fakta Penutupan Paksa Restoran di Kebon Jeruk, Mengganggu Warga karena Berisik dan Izin Sewa Sudah Habis

Fakta Penutupan Paksa Restoran di Kebon Jeruk, Mengganggu Warga karena Berisik dan Izin Sewa Sudah Habis

Megapolitan
KPAI Minta Hukuman Ibu yang Rekam Anaknya Bersetubuh dengan Pacar Diperberat

KPAI Minta Hukuman Ibu yang Rekam Anaknya Bersetubuh dengan Pacar Diperberat

Megapolitan
Pemerkosa Remaja di Tangsel Masih Satu Keluarga dengan Korban

Pemerkosa Remaja di Tangsel Masih Satu Keluarga dengan Korban

Megapolitan
Pabrik Narkoba di Bogor Terbongkar, Polisi Klaim 'Selamatkan' 830.000 Jiwa

Pabrik Narkoba di Bogor Terbongkar, Polisi Klaim "Selamatkan" 830.000 Jiwa

Megapolitan
Siasat Pabrik Narkoba di Bogor Beroperasi: Kamuflase Jadi Bengkel, Ruangan Pakai Peredam

Siasat Pabrik Narkoba di Bogor Beroperasi: Kamuflase Jadi Bengkel, Ruangan Pakai Peredam

Megapolitan
Ratusan Sekuriti Geruduk Kampung Susun Bayam, Perintahkan Warga Segera Pergi

Ratusan Sekuriti Geruduk Kampung Susun Bayam, Perintahkan Warga Segera Pergi

Megapolitan
Lima Tahun Berlalu, Polisi Periksa 5 Terduga Pelaku Penusukan Noven Siswi SMK Bogor

Lima Tahun Berlalu, Polisi Periksa 5 Terduga Pelaku Penusukan Noven Siswi SMK Bogor

Megapolitan
Pemerkosa Remaja di Tangsel Sudah Mundur dari Staf Kelurahan sejak 2021

Pemerkosa Remaja di Tangsel Sudah Mundur dari Staf Kelurahan sejak 2021

Megapolitan
Usahanya Ditutup Paksa, Pemilik Restoran di Kebon Jeruk Bakal Minta Mediasi ke Pemilik Lahan

Usahanya Ditutup Paksa, Pemilik Restoran di Kebon Jeruk Bakal Minta Mediasi ke Pemilik Lahan

Megapolitan
4 Oknum Polisi yang Ditangkap karena Pesta Narkoba di Depok Direhabilitasi

4 Oknum Polisi yang Ditangkap karena Pesta Narkoba di Depok Direhabilitasi

Megapolitan
Cegah Stunting di Jaksel, PAM Jaya dan TP-PKK Jaksel Teken Kerja Sama Percepatan Penurunan Stunting

Cegah Stunting di Jaksel, PAM Jaya dan TP-PKK Jaksel Teken Kerja Sama Percepatan Penurunan Stunting

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com